All Eyes on Papua: Hutan Adat yang Terancam

1

All Eyes on Papua dan Kemanusiaan Kita

Sungguh miris keadaan Papua. Provinsi yang seharusnya hidup makmur sejahtera dengan sumber daya alam yang melimpah, malah direnggut haknya oleh mereka yang berkuasa. Masyarakat papua memiliki hak yang sama dengan seluruh masyarakat Indonesia lainnya untuk menikmati hasil alam yang seharusnya mereka dapatkan. Tagar All Eyes on Papua yang baru-baru ini viral kembali menjadi pengingat terhadap kenyataan Papua belakangan ini. Meski tagar ini juga menunjukkan kepedulian masyarakat luas terhadap Papua, tagar All Eyes on Papua seharusnya menjadi tagar yang telah lama bergaung, bukan hanya ketika ancaman pembabatan hutan menyergap. Faktanya, kehidupan masyarakat Papua telah lama terpanah oleh penindasan dan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Bak tragedi tanpa akhir, masyarakat adat yang mendiami hutan hujan Papua seakan menjadi korban dalam pertunjukan sandiwara kapitalisme yang kejam. Mereka hidup terpenjara dalam kungkungan kemiskinan, terampas haknya untuk menentukan nasib sendiri, sedangkan kekayaan alam direnggut paksa dari tangan mereka.

Hutan Adat Papua dan Ancaman Korporasi

Ibarat mercusuar di tengah lembah kehidupan, Papua dengan segala kemegahan alamnya seolah kian tertekan di sudut keberadaannya. Kali ini, ancaman datang dari raksasa korporasi yang hendak merenggut 36 ribu hektar hutan hujan di Boven Digul yang setara dengan separuh luas Jakarta. Sebuah wilayah yang selama ini menjadi paru-paru dunia dan rumah bagi aneka satwa langka dan ladang mata pencaharian masyarakat setempat. Tentunya rencana penguasa ini tidak bisa diterima oleh masyarakat asli Papua. Oleh karena itu, masyarakat dari suku Awyu di Boven Digul dari Papua Selatan dan suku Moi di Sorong Papua Barat Daya yang keduanya merupakan suku asli dari Papua mati-matian menyuarakan aksi “Penyelamatan Hutan Adat Papua”. 

Pembabatan hutan di Boven Digul ini akan dinaungi oleh PT IAL (Indo Asiana Lestari). PT. Indo Asiana Lestari, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan sawit, bak paus besar yang siap melahap kekayaan alam tanpa ampun. Dipimpin oleh Muh. Yabub Abbas sebagai sang direktur, perusahaan ini berkantor di Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, tepat di jantung hutan Papua. Namun, di balik upaya memakmurkan manusia, terselip niat mengeksploitasi alam yang justru akan merenggut masa depan generasi selanjutnya. Dampak-dampak buruk terhadap lingkungan tentunya akan terealisasi jika proyek kejam ini terlaksana. Salah satunya adalah pelepasan 25 Juta ton CO2 ke atmosfer. Jumlah emisi ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030. 

Perlawan Masyarakat Papua dan Kemanusiaan Kita

Terhitung tahun lalu, warga Papua sudah melayangkan gugatan kepada Pemerintah Provinsi Papua yang menerbitkan izin usaha kelayakan lingkungan hidup untuk PT IAL. Namun, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura menolak gugatan tersebut dengan alasan penerbitan izin PT IAL “sudah sesuai prosedur”. Padahal, Suku Awyu dan Suku Moi merasa sosialisasi dari pemerintah dan perusahaan bersifat satu arah dan tidak merata, tanpa adanya partisipasi masyarakat yang berarti. Selain itu, masyarakat adat Suku Awyu dan Moi juga mempertanyakan kelayakan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diajukan oleh PT Indo Asiana Lestari. Mereka menilai dokumen tersebut tidak komprehensif karena gagal menyertakan informasi mengenai marga-marga Papua yang akan terdampak langsung dengan rusaknya hutan adat mereka. Hak hidup dan kelangsungan budaya marga-marga ini akan terancam punah jika rencana pembukaan lahan perkebunan sawit seluas 36.094 hektar ini terlaksana.

Sebuah aksi unjuk rasa yang memilukan telah berlangsung di depan gedung Mahkamah Agung (MA). Ini merupakan jeritan terakhir masyarakat adat Papua dalam upaya mempertahankan hutan yang menjadi rumah mereka. Sebuah perjuangan panjang yang telah menemui jalan buntu di pengadilan tingkat pertama dan kedua. Bagai pedang bermata dua, gugatan hukum yang mereka ajukan seolah menjadi harapan sekaligus momok menakutkan. Di satu sisi, mereka berharap keadilan dapat ditegakkan melalui proses peradilan yang adil dan bijaksana. Namun, di sisi lain, kegagalan beruntun di tingkat pengadilan sebelumnya telah mencengkeram erat kehidupan mereka dalam keputusasaan. Kini, langkah terakhir yang tersisa adalah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sebuah upaya hukum tertinggi yang menjadi harapan terakhir bagi masyarakat adat Papua untuk mempertahankan hutan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan budaya mereka.

Mengapa demikian? Bukankah manusia seharusnya bekerja sama dengan alam demi kelangsungan hidup bersama? Jika hutan Papua terus dibabat, tidak hanya keanekaragaman hayati yang terancam, tetapi juga ketahanan ekosistem global yang akan terguncang. Hutan hujan tropis ini bukan sekadar hamparan hijau, melainkan sistem kehidupan yang kompleks, tempat ribuan spesies flora dan fauna saling bergantung satu sama lain. Bayangkan pula nasib masyarakat adat yang telah mendiami hutan selama berabad-abad. Mereka akan kehilangan sumber penghidupan dan identitas budaya yang telah mengakar kuat. Bukankah seharusnya kita menghargai kearifan lokal mereka dalam menjaga kelestarian alam?. 

Sudah saatnya kita menyadari bahwa kerakusan korporasi harus diimbangi dengan kebijakan yang memihak lingkungan hidup. Pemerintah harus tegas dalam mengawasi dan membatasi aktivitas yang berpotensi merusak ekosistem. Sebaliknya, investasi ramah lingkungan dan praktik pertanian berkelanjutan harus digalakkan agar kebutuhan manusia tetap terpenuhi tanpa menguras habis sumber daya alam. Hutan Papua bukan sekedar aset ekonomi, melainkan warisan alam yang harus dijaga untuk generasi mendatang. Sudah cukup banyak kerusakan yang terjadi di berbagai belahan dunia akibat eksploitasi berlebihan. Marilah kita bersatu padu untuk mengamankan paru-paru dunia ini sebelum terlambat. Masa depan kita dan anak cucu kita bergantung pada langkah yang kita ambil hari ini.

Tentang Penulis

1 thought on “All Eyes on Papua: Hutan Adat yang Terancam

  1. Ive read several just right stuff here Certainly price bookmarking for revisiting I wonder how a lot effort you place to create this kind of great informative website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *