Diplomasi Middle Power ASEAN: RCEP dan Pemulihan Ekonomi Pasca-Pandemi

0

Penandatanganan RCEP secara virtual. Foto: Asean.org

Pendahuluan 

Pandemi COVID-19 yang kini tengah melanda menjadi ancaman besar bagi masyarakat di seluruh penjuru dunia, termasuk negara di kawasan Asia Tenggara. Pandemi ini telah membawa keterpurukan di seluruh sektor, salah satunya sektor ekonomi  dunia. Menurut beberapa pakar ekonomi dunia, resesi global bahkan sudah dimulai, walaupun belum memasuki fase terburuk. Penyebaran COVID-19  telah memberikan ketakutan tertentu terhadap resesi ekonomi dunia secara merata,  mengingat sebelumnya dunia pernah mengalami resesi global tahun 2008. Menurut Yuval Noah Harari dalam tulisannya yang berjudul “The World After  Coronavirus”, membahas bahwa dunia kita akan dihadapkan oleh dua pilihan  utama. Pertama, pengawasan totaliter atau penguatan warga negara. Kedua,  isolasi nasionalis atau solidaritas global.

Pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa kerja sama multilateral semakin  dibutuhkan untuk membangun pemerintahan global yang sehat dan untuk  mengatasi krisis ekonomi yang melanda seluruh negara akibat pandemi. Kerja sama  tersebut dapat terjalin melalui diplomasi. Adapun fokus utama penulis pada tulisan ini  adalah mengenai diplomasi yang dilakukan negara anggota Association of  Southeast Asian Nations (ASEAN) melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Melalui pendekatan diplomasi kekuatan menengah (middle power diplomacy), tulisan ini mengemukakan argumen bahwa pasca-pandemi nanti  kegiatan diplomasi negara anggota ASEAN akan mengalami perubahan dan  berfokus pada pemulihan perekonomian. RCEP akan menjadi perjanjian  perdagangan baru yang akan membentuk pemulihan ekonomi dan politik global pasca-pandemi nanti. Dalam membahas kasus tersebut, tulisan ini menyampaikan  terlebih dahulu konsep diplomasi kekuatan menengah, dilanjutkan dengan  penggambaran RCEP beserta peluangnya pasca-pandemi COVID-19. Terakhir, tulisan ini ditutup dengan kesimpulan dan gagasan solusi. 

Pembahasan Analisis Komprehensif 

Menurut Heywood dalam (Anshori, 2020), diplomasi adalah proses  negosiasi dan komunikasi antarnegara dengan tujuan menyelesaikan konflik tanpa  menggunakan perang melalui pertukaran informasi, negosiasi dan sebagainya. Mengingat dunia sedang dilanda pandemi COVID-19, bentuk diplomasi  mengalami pergesaran dari yang awalnya dilakukan secara tatap muka menjadi  virtual. Menjelang akhir tahun 2020, terlepas dari apakah pemulihan dari COVID 19 terjadi dalam periode jangka pendek atau menengah, jelas peristiwa tersebut  akan berdampak terhadap diplomasi dan pemerintahan global. Pandemi COVID-19 telah mempercepat transformasi dalam manajemen kebijakan luar negeri, tata  kelola multilateral, dan penggunaan teknologi digital. Semua transformasi tersebut  dapat dilakukan melalui diplomasi kekuatan menengah. 

Ciri utama dari diplomasi kekuatan menengah adalah promosi kebijakan  internasional, dan melayani sebagai perantara antara kekuatan besar dan negara  kecil. Mereka sering menjalankan kepemimpinan internasional pada isu-isu  tertentu bekerja sama dengan negara lain atau melalui organisasi  internasional. Tindakan tersebut tidak hanya bertujuan untuk memenuhi sumber  daya manusia dan keuangan mereka yang terbatas, tetapi juga untuk negara-negara  lain yang memiliki minat dan posisi yang sama. Middle power diplomacy juga sering  digunakan merujuk pada negara-negara yang menjalankan model diplomasi dengan tiga karakteristik khusus, yaitu penyelesaian global melalui mekanisme multilateral; pemilihan kompromi dalam penyelesaian masalah; dan menerapkan prinsip good international citizenship (Ashari, 2015). Di sini penulis menyoroti  bagaimana diplomasi kekuatan menengah sebagai alat yang efektif bagi ASEAN untuk meningkatkan pengaruh mereka dan mempromosikan kepentingan bersama dalam percepatan pemulihan ekonomi.

Diplomasi kekuatan menengah dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui kerja sama internasional (misalnya, melalui perjanjian, kelompok kerja  teknis, bank pembangunan regional dan internasional, aliansi) dengan  memanfaatkan penggunaan internet, teknologi dan informasi. Bagaimana  kemudian respons ASEAN terhadap pemulihan perekenomian di era pandemi  maupun sesudah pandemi dapat dijelaskan melalui diplomasi yang dilakukannya.  Saat menghadapi pandemi, ASEAN mengadakan berbagai dialog, pembelajaran peer-to-peer, berbagi pengalaman yang didapat dan koordinasi tindakan masa  depan baik secara luring maupun daring. Di antaranya sebagai berikut: 

ASEAN menjalankan peran langsung terkait regulator dan pelaksana  kebijakan dengan mengadakan forum internasional. Beberapa di antaranya meliputi  KTT ASEAN, ASEAN+1 dan ASEAN+3, dan banyak pertemuan lainnya di tingkat  regional dan global telah diselenggarakan secara virtual. Karena pertemuan ini telah  menghasilkan banyak kesepakatan tentang tanggap darurat, upaya untuk mengatasi  dampak ekonomi yang signifikan dari virus juga telah dilakukan. Salah satu  kesepakatannya adalah RCEP. Penandatanganan perjanjian RCEP pada 15 November menunjukkan bahwa proteksionisme tidak meningkat secara universal pada tahun 2020 (Swajaya, 2020).  Penulis menilai bahwa kesepakatan perdagangan besar baru RCEP berpotensi  mengubah peta geoekonomi dan geopolitik pasca-pandemi COVID-19. 

RCEP merupakan kesepakatan perdagangan regional terbesar di dunia yang  digagas oleh Indonesia saat menjabat sebagai pemimpin ASEAN pada tahun 2011.  Kerja sama ini bertujuan untuk membangun kemitraan ekonomi yang modern,  komprehensif, berkualitas tinggi, dan saling menguntungkan yang akan  memfasilitasi perluasan perdagangan dan investasi regional. Serta, berkontribusi  pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi global. Perjanjian ini telah resmi  ditandatangani pada 15 November 2020 oleh para Menteri Perdagangan dari 10  negara ASEAN, Australia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Tiongkok.  Awalnya ada 16 negara yang bergabung dengan RCEP, tetapi India memutuskan  untuk keluar dari RCEP pada November 2019. Kelima belas anggota RCEP  akhirnya setuju untuk terus melanjutkan negosiasi yang belum terselesaikan. Meskipun tanpa India, RCEP adalah pakta perdagangan yang terbilang cukup  terbesar dari kekuatan ekonominya dibandingkan dengan pakta perdagangan  lainnya seperti CP-TPP, NAFTA, dan EU-28 (CNN Indonesia, 2020).  

Sebelumnya, diplomasi ASEAN melalui RCEP berhasil menggandeng  negara ekonomi besar, yakni Tiongkok. Perlu kita ketahui bahwa RCEP bukan diinisiasi oleh Tiongkok, melainkan merupakan hasil negosiasi yang diluncurkan pada tahun 2011 oleh ASEAN. Keberhasilan ASEAN yang paling menonjol dalam  sejarah adalah fakta bahwa Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan telah bertemu  untuk pertama kalinya melalui perjanjian perdagangan ini, mengingat sulitnya  hubungan antara ketiga negara Asia Timur tersebut. ASEAN melalui pengalamannya berhasil memimpin diskusi regional dan lintas negara menjadi  nyata. Perjanjian tersebut dengan demikian juga merupakan contoh sukses  diplomasi kekuatan menengah. 

Dilansir dari laman brookings.com juga menyatakan bahwa RCEP  merupakan wujud kemenangan diplomasi kekuatan menengah di ASEAN. Nilai  perjanjian perdagangan Asia Timur yang besar telah lama diakui, tetapi baik Tiongkok maupun Jepang–ekonomi terbesar di kawasan–secara politik tidak  dapat diterima sebagai perancang proyek tersebut. Kebuntuan tersebut terselesaikan pada tahun 2012 dengan kesepakatan yang ditengahi ASEAN yang  memasukkan India, Australia, dan Selandia Baru sebagai anggota, dan  menempatkan ASEAN yang bertanggung jawab untuk merundingkan perjanjian  tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanpa “sentralitas ASEAN” seperti itu,  RCEP mungkin tidak akan pernah terealisasikan. 

Lebih lanjut, penulis beranggapan bahwa diplomasi kekuatan menengah  ASEAN dapat menjadi terobosan untuk mempercepat pemulihan ekonomi ke  depannya. Hal ini sesuai dengan laporan yang dikeluarkan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). Dalam laporan tersebut,  UNCTAD memberikan gambaran umum tentang keadaan Foreign Direct Investment (FDI) saat ini di kawasan ASEAN dan menilai kontribusi potensial yang dapat  diberikan oleh perjanjian RCEP terhadap arus investasi. Hal tersebut berfokus pada  implikasi untuk pembangunan, rantai nilai regional, dan prospek pemulihan pasca-pandemi. Perjanjian RCEP dibangun di atas komitmen yang ada pada akses pasar  untuk perdagangan dan investasi, serta penguatan di beberapa bidang. Hal tersebut memberikan kerangka kerja untuk komitmen lebih lanjut untuk dinegosiasikan di  masa depan. Menurut simulasi komputer yang baru-baru ini UNCTAD terbitkan,  RCEP dapat menambah $ 209 miliar setiap tahun untuk pendapatan dunia, dan US$500 miliar untuk perdagangan dunia pada tahun 2030 (UNCTAD, 2020). 

Dengan menandatangani RCEP, semua negara anggota telah mengirimkan  sinyal kuat di tengah pandemi bahwa negara di kawasan Indo-Pasifik berkomitmen pada prinsip-prinsip perdagangan berbasis aturan yang terbuka dan transparan sebagai  bagian penting dari pemulihan pasca-pandemi COVID-19.

Kesimpulan dan Gagasan Solusi 

Dengan menggunakan konsep diplomasi kekuatan menengah, tulisan ini  menyimpulkan penggambaran pada bagian sebelumnya sebagai berikut. COVID-19 tidak hanya mengganggu roda perekonomian, tetapi juga menyerukan evaluasi ulang atas garis waktunya karena keberadaan serangan ini telah menghambat pertumbuhan perekonomian. Pandemi ini menunjukkan kesempatan bagi dunia  internasional untuk bertindak dalam solidaritas dan menjadikannya sebagai  pendorong untuk memulihkan perekonomiannya pasca-pandemi. Keberadaan  pandemi COVID-19 tidak menghalangi negara-negara untuk menjalankan  diplomasinya, termasuk negara anggota ASEAN. Melalui diplomasi kekuatan menengahnya, ASEAN berhasil menggandeng negara-negara dengan ekonomi  besar dan meresmikan penandatangan kesepakatan RCEP pada tahun 2020. Terlebih lagi, RCEP dinilai berpotensi untuk mempercepat pemulihan perekonomian pasca-pandemi. Dengan berlakunya kesepakatan tersebut, peta geoekonomi di Asia akan berubah  dan menjadikan ASEAN sebagai kekuatan sentral baru, sehingga mampu meregenerasi perekonomian pasca-pandemi nantinya.

Tulisan ini memperlihatkan bahwa sangat penting bagi negara-negara di ASEAN untuk mengkonsolidasikan pengembangan kapasitas kerja sama internasional pasca-pandemi COVID-19,  terutama melalui RCEP. Sehingga, ada beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat  diperhatikan untuk menyelesaikan krisis global ini. Pertama, peningkatan daya  saing dari industri. Dengan adanya RCEP dapat membuka kesempatan bagi seluruh  anggotanya untuk berlomba mengembangkan industri yang berorientasi pada  digital, Revolusi Industri 4.0, dan Revolusi 5.0. Kemudian melakukan  pengembangan pada transaksi perdagangan, baik ekspor maupun impor melalui e-commerce. Kedua, diperlukannya regulasi kebijakan atau penyesuaian struktural  agar negara-negara ASEAN beserta mitranya dapat memanfaatkan peluang RCEP  secara maksimal. Sehingga, mampu menarik minat investor, baik dari dalam  maupun luar negeri pada sektor industri manufaktur, terutama indutri berorientasi  digital, Revolusi Industri 4.0, dan Revolusi 5.0.

Referensi

Buku

Ashari, K. (2015). Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Nuansa Cendekia. 

Jurnal 

Anshori, M. F. (2020, Agustus 30). Diplomasi Digital Sebagai Dampak Pandemi  Global Covid-19: Studi Kasus. 3(2), 100-119.  doi:http://dx.doi.org/10.33822/3 

Laman Internet

CNN Indonesia. (2020). Mengenal RCEP dan Untungnya Buat Indonesia. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201116073151-92- 570136/mengenal-rcep-dan-untungnya-buat-indonesia 

Harari, Y. N. (2020). Yuval Noah Harari: the world after coronavirus. Financial Times. https://www.ft.com/content/19d90308-6858- 11ea-a3c9-1fe6fedcca75 

Petri, P. A., & Plummer, M. (2020). RCEP: A new trade agreement that will shape global economics and politics. Brookings.edu. https://www.brookings.edu/blog/order-from chaos/2020/11/16/rcep-a-new-trade-agreement-that-will-shape-global economics-and-politics/ 

Swajaya, N. (2020). Enter ‘New normal’: Diplomacy post-COVID-19. The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/academia/2020/05/28/enter-new-normal diplomacy-post-covid-19.html 

UNCTAD. (2020). RCEP agreement may boost foreign investment in the time of pandemic. Financial Express. https://www.thefinancialexpress.com.bd/views/rcep-agreement-may boost-foreign-investment-in-the-time-of-pandemic-1605537817

Tulisan ini merupakan karya Venisa Yunita Putri, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, yang Menjadi Juara II Kompetisi Esai FPCI Unpad.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *