Efisiensi dari Pembangkit Energi Baru Terbarukan

0

Ilustrasi sumber Energi Baru Terbarukan. Foto: wallpaperaccess.com

Hayo, sudah berapa banyak teman-teman mengikuti atau melihat undangan seminar/webinar tentang Energi Baru Terbarukan (EBT) di media sosial? 

Pasti sudah banyak banget kan. Apalagi di masa pandemi gini nih webinar-webinar bertebaran dan kita bisa join gratis. Mulai dari ngobrolin tentang potensi EBT sampai positif negatif dari EBT, hingga akhirnya kita tahu bahwa memang banyak rintangan yang mewujudkan penggunaan energi EBT sebagai sumber energi. 

Tapi ada yang sadar ngga sih kalau dari banyak webinar jarang yang ngomongin tentang efisiensi dari EBT itu sendiri?

Menurut KBBI, ‘efisiensi’ adalah “tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya)” atau menurut situs kanal.web.id yaitu “suatu ukuran keberhasilan suatu kegiatan yang diukur berdasarkan besarnya biaya atau sumber daya yang digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan”. Artinya untuk melakukan suatu kegiatan kita harus mengurangi rugi–rugi agar mendapatkan hasilnya yang maksimal sehingga efisiensi dapat diraih. Terus apa dong hubungannya dengan EBT?

Dalam EBT, kita banyak melakukan sebuah proses konversi energi. Dari suatu energi diproses untuk menjadi energi yang lainnya, proses ini lah yang menjadi tantangan efisiensi di EBT. Langsung saja kita ambil contoh terhadap pembangkit EBT yang sedang naik daun di beberapa tahun terakhir ini yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Mari kita analisa apakah PLTS adalah sebuah pembangkit yang efisien.

Sebagai pembanding saja, PLTU memiliki efisiensi sebesar 33%-40% efisiensi rendah ini disebabkan oleh proses konversi thermal yang terbatas disitu aja. Lalu dilanjutkan ke pembahasan efisiensi PLTS, kita mengetahui bahwa sebuah panel surya berisi dari gabungan sel-sel surya. Jika kita lihat dari sel surya, maka efisiensi yang didapatkan bisa sebesar 42% namun saat menjadi sebuah panel surya, efisiensi yang didapatkan hanya sebesar 15%-20%. 

Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini tetapi yang utama adalah matahari. Untuk mendapatkan efisiensi tinggi panel surya, maka butuh sinar matahari yang bersinar cerah. Oleh karena itu, cuaca berawan sangat merugikan PLTS dan jika arah sinar matahari sudah tidak sesuai sudut optimal dari penerimaan cahaya panel surya itu sendiri, maka listrik yang dibangkitkan juga berkurang. Karena efisiensi yang sangat rendah ini pula, untuk menghasilkan sebuah listrik yang sangat besar maka diperlukan lahan yang sangat luas untuk pemasangan solar panel.

Selain dari kemampuan panel surya menerima cahaya, kita juga dapat melihat dari umur panel suryanya. Umur rata-rata yang dimiliki panel surya saat ini adalah 25-30 tahun. Kemudian kita hitung apakah pemasangan dan penjualan listrik dari panel surya dapat memberikan keuntungan yang kita harapkan dalam waktu 30 tahun? Terus bagaimana dengan pembangkit EBT yang lainnya? Angin? Air? Panas Bumi? Yaudah, yuk, kita bahas satu-satu. 

PLTB atau Pembangkit Listrik Tenaga Bayu menjadi pembangkit EBT yang sering diobrolin setelah PLTS. Sama seperti PLTS, PLTB juga jika dilihat secara awam, maka cara kerjanya hanya memanfaatkan sumber alam yang lewat. Namun  apakah semudah itu untuk memanfaatkannya? Yuk, kita bahas efisiensinya.

PLTB memiliki efisiensi yang lebih tinggi dari PLTS dengan rata-rata efisiensi  sebesar 30% dan dapat mencapai batas maksimal hingga 50% karena jika angin yang memutar turbin terlalu banyak, maka generator justru tidak dapat menghasilkan listrik. Teori ini disebut Betz Limit. Efisiensi tersebut nyatanya juga dipengaruhi oleh penempatan PLTB, di mana tempat yang memiliki angin belum tentu memberi efisiensi yang banyak bagi PLTB karena arah angin mempengaruhi kemampuan untuk menggerakkan turbin generator. Angin pada daerah tropis dengan daerah subtropis jelas menghasilkan efisiensi yang berbeda. 

Sebelum kita sampai ke era PLTS dan PLTB maupun nuklir, ada sebuah sumber EBT yang telah dimanfaatkan oleh manusia dari zaman mbah-mbah kita. Yak betul, sumber tersebut adalah air dan dengan cara dimanfaatkan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air. Pembangkit ini memiliki efisiensi paling tinggi diantara pembangkit EBT lainnya dengan dapat mencapai efisiensi sebesar 90%. Wah efisien banget kan? Pantas saja pembangkit EBT ini banyak digunakan di dunia. Dengan efisiensi sebesar itu, sepertinya kita tidak perlu memikirkan lebih jauh berapa keuntungan hasil jualan listrik yang didapat dari PLTA, bahkan negara China tak tanggung-tanggung dalam membangun pembangkit EBT ini dengan membangun PLTA Three Gorges Dam yang menghasilkan 22GW. 

Namun efisiensi sebesar itu bukan tanpa minus, karena untuk membangun sebuah PLTA maka kita perlu membentuk bendungan dan bendungan ini jelas mengganggu ekosistem di sekitarnya. Bahkan, untuk membangkitkan 22 GW, Three Gorges Dam perlu menenggelamkan 13 kota dan 140 kabupaten demi membangun bendungan.

Kalau nuklir bagaimana? Panas bumi? 

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir generasi IV memiliki efisiensi yang tinggi hingga 45%. Akan tetapi, panas bumi hanya mencapai 12%. Sama seperti PLTU, PLTN, dan PLTP yang bekerja berdasarkan panas, maka efisiensi di pembangkit ini dibatasi oleh hukum termodinamika.

Nah, dari pembahasan di atas kita jadi tahu bahwa pembangkit EBT cenderung memiliki efisiensi yang lebih tinggi daripada pembangkit batu bara. Terus, kalau efisiensi lebih tinggi, kenapa pembangkit EBT digunakan lebih sedikit daripada pembangkit batu bara? 

Jawabannya adalah perhitungan lain-lain dalam menentukan keuntungan harga jual. Pembangkit EBT mungkin lebih efisien, namun apakah modal awal investasi dapat ditutup? Waktu untuk mendapat keuntungan tersebut juga menjadi pertimbangan. Lebih dari itu, untuk mengandalkan pembangkit EBT sebagai pengganti pembangkit batu bara, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Kebijakan regulasi pemerintah dan perkembangan teknologi untuk menurunkan harga investasi pembangkit EBT diharapkan sangat membantu peralihan dunia ke pembangkit EBT.

Demikian penjelasan dari saya, mohon maaf kalau belum bisa menjelaskan secara lengkap mengenai sumber-sumber energi EBT yang lain seperti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kalian dan dapat memberi wawasan baru untuk kalian ya!

Referensi:

Acker, Fabian. (2009) Taming the Yangtze. eandt.theiet.org https://eandt.theiet.org/content/articles/2009/03/taming-the-yangtze/

Center for Sustainable Systems, University of Michigan.(2020). Wind Energy Factsheet. css.umich.edu http://css.umich.edu/factsheets/wind-energy-factsheet#:~:text=The%20theoretical%20maximum%20efficiency%20of,passes%20through%20the%20rotor%20area.

Cey. E, Hanania. J, Stenhouse. Kaiyln. (2017) Geothermal Power Plants. Energyeducation.ca https://energyeducation.ca/encyclopedia/Geothermal_power_plants#:~:text=Geothermal%20power%20plants%20are%20used,difference%20being%20the%20heat%20source.

U.S Department of the Interior (2005). Reclamation Managing Water in The West. usbr.gov https://www.usbr.gov/power/edu/pamphlet.pdf

Vourvoulias. A, (2021). How Efficient Are Solar Panels?. Greenmatch.co.uk https://www.greenmatch.co.uk/blog/2014/11/how-efficient-are-solar-panels#:~:text=While%20solar%20panel%20efficiency%20is,reach%2042%25%20in%20some%20cases.

V.K Mehta & Rohit Mehta. (1982). Power Generation/Comparison. en.wikiversity.org https://en.wikiversity.org/wiki/Power_Generation/Comparison

Zaidane Aliizah Noufal adalah admin akun Twitter dan anggota Divisi Media Adidaya Initiative. Dapat ditemui di Instagram dengan nama pengguna @zidan113

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *