Jepang Pasca-Abe: Kepemimpinan Yoshihide Suga

0

Yoshihide Suga pada Konferensi Pers pertamanya sebagai Perdana Menteri Jepang. Foto: Wikimedia Commons

Pada 15 September 2020, Yoshihide Suga terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang menggantikan Shinzo Abe. Hal ini mengundang banyak diskusi. Sosok Abe yang sangat berpengaruh membuat banyak pihak bertanya-tanya siapa yang dapat dan akan menggantikan Abe sebagai Perdana Menteri ketika Abe mengumumkan pengunduran dirinya. Bukan hanya menggantikan Abe dalam artian pergantian jabatan saja, tetapi menggantikan Abe sebagai sosok yang membawa perubahan bagi Jepang. Terlepas dari berbagai spekulasi dan analisa mengenai alasan mundurnya Abe, mempertanyakan bagaimana Perdana Menteri Jepang selanjutnya membawa Jepang ke depan khususnya ditengah pandemi COVID-19 berbarengan dengan Cina yang semakin ‘ganas’ sebenarnya lebih menarik.  

Era Abe akhirnya berakhir di tahun 2020 ini ketika Shinzo Abe mundur dari jabatannya dengan alasan kesehatan. Shinzo Abe sejak terpilih menjadi Perdana Menteri Jepang untuk kedua kalinya di tahun 2012 mampu mempertahankan rezim pemerintahannya selama hampir 8 tahun, berbeda dari sebelumnya yaitu pada 2006-2007. Masa jabatan Perdana Menteri yang hampir mencapai 8 tahun di Jepang tidak dapat dikatakan singkat. Sebelum Abe kembali terpilih menjadi Perdana Menteri di tahun 2012, selama 40 tahun terakhir telah terjadi pergantian Perdana Menteri Jepang sebanyak 23 kali. Jika dirata-ratakan seorang Perdana Menteri menjabat kurang dari 2 tahun masa jabatan. Oleh karena itu, menjabat selama 7 tahun 266 hari terhitung sejak 26 Desember 2012 sampai 16 September 2020 memperlihatkan keberhasilan Abe dalam memenangkan politik domestik Jepang. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa ketokohan dari Shinzo Abe sangat kuat melekat pada perbaikan ekonomi dan modernisasi militer Jepang. Hal ini membuat berbagai pihak berpikir Shinzo Abe mungkin akan memangku dan menikmati kekuasaan seperti Presiden Cina, Xi Jinping. Mundurnya Shinzo Abe dari posisinya sebagai Perdana Menteri sebenarnya cukup mengejutkan mengingat belum terlaksananya Olimpiade Tokyo 2020 yang menjadi mimpi besar Abe. Selain itu, modernisasi militer yang dijanjikannya sejak dilantik di 2012 belum juga selesai. Hal ini membuat penulis sendiri sangat penasaran bagaimana Jepang akan mewujudkan ide dan gagasan tersebut tanpa sang inisiator. Ketokohan yang kuat ditambah belum adanya situasi yang membuat Abe akan mundur atau gagal dalam karir politiknya, setidaknya sebelum COVID-19 menyerang, membuat tidak ada elit politik lain yang mendapatkan sorotan yang lebih daripada Abe. Informasi yang beredar terkait pengganti Shinzo Abe, yaitu Yoshihide Suga, sangat sedikit. 

Lalu sebenarnya siapa Yoshihide Suga? Sebelum terpilih menjadi Perdana Menteri, Yoshihide Suga menjabat sebagai Kepala Sekretasi Kabinet (Chief Cabinet Secretary) dari Kabinet Abe. Merujuk pada latar belakang keluarga, Yoshihide Suga sangat berbeda dengan Shinzo Abe yang memiliki garis keturunan politisi. Yoshihide Suga sama sekali tidak memiliki darah biru politisi, Suga hanyalah anak seorang petani yang terjun ke dunia politik. Citra Suga dalam karir politiknya juga lebih dikenal sebagai tangak kanan Abe, bahkan disebut sebagai bayangan dari Shinzo Abe (Sugiyama, 2020). Suga juga dikatakan merupakan orang yang memiliki keinginan yang kuat, low profile dan pekerja keras (BBC News, 2020).

Tugas berat menanti Yoshihide Suga menggantikan Shinzo Abe. Tidak berlebihan mengatakan tugas Suga akan berat namun melihat kondisi Jepang akibat dari COVID-19 yang juga mempengaruhi popularitas dan kepuasaan publik terhadap Liberal Democratic Party (LDP) karir politik Suga selanjutkan ditentukan oleh jabatannya sekarang. Popularitas LDP turun cukup drastis dalam survei yang dilakukan oleh Asahi Shimbun Survey pada 14 dan 15 Juli 2019. Popularitas bulan Juli hanya 35%, turun dari 40% di Juni 2019 (The Asahi Shimbun, 2019). Bahkan teradapat 52% responden yang tidak merasa tertarik dengan partai manapun. Turunnya popularitas secara signifikan dapat mempengaruhi jumlah suara yang di dapatkan oleh LDP di Pemilu 2021 secara negatif. 

Bersamaan dengan turunnya popularitas LDP, tingkat kepuasan masyarakat juga turun menjadi 42%, turun sebesar 3% dari 45% di bulan Juni 2019. Hal ini menyebabkan tingkat tidakpuasaan masyarakat meningkat menjadi 34%, dari sebelumnya 33% di Juli 2019 (The Asahi Shimbun, 2019). Bahkan, di tahun 2020 berdasarkan survey yang dilakukan oleh Kyodo Poll pada 22-23 Agustus 2020, tingkat kepuasaan masyarakat terhadap Perdana Menteri Shinzo Abe turun mencapai 36%. Dalam Kyodo Poll ini sebanyak 58.4% responden merasa tidak puas terhadap kinerja pemerintah dalam menangani COVID-19 dan 70.8% responden berpendapat bahwa Abe harus mengadakan extraordinary parliamentary session secepat mungkin untuk mendiskusikan langka dan upaya membendung penyebaran COVID-19 bersama dengan seluruh partai oposisi yang ada (Kyodo News, 2020). Persentase ini menjadi tingkat kepuasaan terendah yang pernah didapatkan Abe sejak menjabat dari 2012.  

Penurunan tingkat kepuasaan masyarakat terhadap rezim sebelumnya menjadi tugas berat dari Yoshihide Suga sebagai Perdana Menteri yang baru. Pertama, tentunya Suga harus dapat memenangkan hati masyarakat agar partainya, LDP, dapat kembali memenangkan kursi di parlemen pada Pemilu 2021. Lalu apa yang harus dilakukan Suga? Setidaknya yang harus Suga lakukan adalah menangani dan mengendalikan pandemi karena hal ini menjadi salah satu faktor utama penyebab ketidakpuasaan masyarakat. Krisis COVID-19 ini secara signifikan mempengaruhi bidang-bidang lain yang cukup krusial bagi legitimasi pemerintahan.

Kemudian akan seperti apa kebijakan luar negeri Jepang dibawah pemerintahan Yoshihide Suga? Apakah yang akan berubah dan bagaimana? Memang masih terlalu cepat untuk mengasumsi dan menilai akan jadi seperti apa Jepang dipimpin oleh Yoshihide Suga. Tetapi, hubungan dekat antar Abe dan Suga setidaknya memperlihatkan benang merah alasan dipilihnya Yoshihide Suga sebagai Perdana Menteri. Fakta bahwa Yoshihide Suga merupakan tangan kanan Abe, dan Abe sendiri yang merekomendasikan Suga menjadi Perdana Menteri, membuat tidak berlebihan rasanya untuk mengatakan bahwa Jepang dibawah Suga tidak akan berbeda jauh dari sosok Abe dalam melihat Jepang dan kebijakan luar negerinya. Setelah terpilih, Suga telah memperlihatkan bahwa untuk sementara tidak akan perubahan yang besar dalam pemerintahannya, ditandai dengan menyampaikan akan melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah diambil dibawah pemerintahan Abe. Penanganan dan menuntaskan COVID-19 dalam domestik Jepang masih menjadi prioritas utama Suga saat ini. Setidaknya hal ini membuat tidak akan ada perubahan besar dan mencolok dalam politik dan kebijakan luar negeri Jepang terutama pendekatan Jepang terhadap Cina. 

Namun, bukankah tidak menarik jika Suga hanya merupakan wujud lain ataupun bayangan dari Abe? Penulis secara pribadi berharap Suga dapat memberikan kontribusi baru dalam dinamika hubungan internasional khususnya dalam menghadapi bangkitnya Cina. Good luck for Mr. Yoshihide Suga!

Cristiyunisca R. Rongkas adalah seorang kontributor Kontekstual

Referensi

BBC News. (2020, 16 September). Yoshihide Suga Elected Japan’s New Prime Minister Succeeding Shinzo Abe. BBC News. https://www.bbc.com/news/world-asia-54172461 

Kyodo News. (2020, 23 Agustus). Approval Rate for Abe’s Cabinet Falls to 36%: Kyodo Poll. Kyodo News. https://english.kyodonews.net/news/2020/08/87ff6827212e-urgent-approval-rate-for-abes-cabinet-falls-to-36-kyodo-poll.html

Sugiyama, Satoshi. (2020, 30 Agustus). Abe Right-hand Man Yoshihide Suga Emerges as A Top Pick to Replace Him. The Japan Times. https://www.japantimes.co.jp/news/2020/08/30/national/politics-diplomacy/yoshihide-suga-ldp-leadership-election-shinzo-abe-japan/ 

The Asahi Shimbun. (2020, 15 Juli). Survey : 35% of Voters Picking LDP in Election, 12% for CDP. The Asahi Shimbun. http://www.asahi.com/ajw/articles/AJ201907150046.html

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *