Ilustrasi dari FPCI UPH

Dalam beberapa minggu terakhir, di tengah antisipasi hari raya umat Muslim, api telah berkobar dan ditembakkan di Israel terhadap Palestina, terlepas ketidakbersalahan mereka. Selama seminggu kebelakang, setidaknya 109 orang tewas di Gaza—dengan 29 diantaranya adalah anak-anak. Adapun jumlah korban tertinggi di sisi Palestina dalam sehari, tercatat pada hari Kamis, adalah 49 jiwa.

Beberapa peristiwa memicu kekacauan tersebut, salah satunya adalah pertengkaran malam antara warga Palestina dan polisi Israel di Yerusalem Timur. Palestina memandang Israel telah menghalangi hak mereka untuk berkumpul untuk melakukan ibadah sholat—sementara polisi Israel mengklaim bahwa mereka menjaga ketertiban. Kekerasan menyebar ke Masjid Al-Aqsa, di mana ratusan korban Palestina jatuh. 

Pertempuran di Yerusalem memicu peringatan Hamas di Gaza dan situasi pun memburuk dari sana. Polisi Israel bertahan dengan “penggerebekan” mereka di Al-Aqsa, dan Hamas menembakkan roket sebagai tanggapan, selama pawai tepat pada peringatan penguasaan Israel atas Yerusalem Timur pada tahun 1967. Pembalasan, seperti yang sudah diperkirakan, datang dengan pesawat tempur dengan bom melayang di atas Gaza. Kekerasan antara Arab dan Israel meletus, dipicu lebih jauh oleh penggusuran banyak warga Palestina dari rumah mereka di Sheikh Jarrah.

Jumlah korban sipil sangat besar, akibatnya rumah sakit dibanjiri dengan korban konflik serta pasien COVID-19. Militan Palestina terus-menerus menembakkan roket, dan Israel mempertahankan rentetan pembomannya, sambil mengumpulkan pasukan dan tank ke daerah-daerah kantong Palestina. Netanyahu telah mengklaim bahwa konflik tersebut akan membutuhkan waktu untuk diselesaikan. Tanda-tanda perang sipil terlihat jelas.

Amerika Serikat, sekutu lama Israel, telah menunda pertemuan DK PBB mengenai pembahasan masalah tersebut atas permintaan Tiongkok, Norwegia, dan Tunisia, dan lebih memilih menjadwalkannya minggu depan setelah diplomasi de-eskalasi diupayakan seiring dengan pengiriman utusan—Hady Amr—untuk memfasilitasi pembicaraan antara pihak yang bertikai.

Negara-negara lain terlihat menyuarakan keprihatinan mereka atas konflik tersebut. Turki telah menyebut serangan Israel terhadap Palestina sebagai tindakan tidak manusiawi karena mengabaikan warga sipil tak bersenjata dan anak-anak yang terbunuh. Konflik yang mengakar begitu dalam dalam sejarah, dialiri pertumpahan darah yang tak henti-hentinya dan antagonisme yang berkembang menjadi eskalasi, dimotivasi oleh banyaknya agenda politik dari banyak aktor yang terlibat. 

Solusi untuk konflik sepertinya masih belum terlihat.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *