Kemenangan Luis Arce, Kebangkitan Pink Tide di Amerika Latin?

0

Poster kampanye Arce bersama Choquehuanca di Pemili Bolivia 2020. Foto: Wikimedia Commons

Setelah hampir satu tahun berlangsungnya pergolakan politik, kontroversi pemerintahan sementara, hingga kudeta terhadap pemerintahan Evo Morales, Bolivia akhirnya berhasil menegakkan demokrasinya kembali. Luis Arce, kandidat capres Movimiento Al Socialismo (MAS), partai mantan presiden Evo Morales, berhasil memenangkan pemilihan presiden Bolivia pada 18 Oktober lalu. Kemenangan Arce ini menandai kembalinya kebangkitan politik MAS pasca kudeta yang terjadi pada pemerintahan Morales. Pada pemilu kali ini, Arce mengisyaratkan kesediaannya untuk mengembalikan stabilitas dan inklusivitas era Morales meskipun ia secara spesifik menyatakan tidak akan melibatkan Morales ke dalam pemerintahannya (Al Jazeera, 2020). 

Arce yang merupakan mantan menteri ekonomi dan keuangan di bawah pemerintahan Morales bukanlah orang yang baru dalam gerakan kiri Bolivia. Pada awal karirnya, Arce tergabung dalam gerakan kelompok progresif Bolivia dan berkali-kali menyatakan bahwa ia percaya terhadap sosialisme (Mandalia, 2020). Sebagai menteri, Arce berhasil meningkatkan perekonomian dan menurunkan angka kemiskinan dengan mendorong nasionalisasi berbagai sektor yang dibantu pula oleh ledakan komoditas sumber daya. Hal ini secara konstan berhasil mengalahkan Bolivia menjadi negara dengan pertumbuhan rata-rata tahunan terbaik di Amerika Latin (Reuters, 2020). 

Bolivia, pada era Morales, menjadi salah satu dari banyak negara Amerika Latin yang menguatkan terjadinya pink tide. Pink tide merupakan istilah yang digunakan oleh media dan analis politik untuk mendefinisikan fenomena gelombang pemerintahan sayap kiri di negara-negara demokrasi Amerika Latin (Lievesley & Ludlam, 2009).  Pink tide merujuk pada pergeseran kebijakan menuju kebijakan ekonomi yang lebih progresif dan menyimpang dari model ekonomi neoliberal (Lopes, 2016). Fenomena ini menggambarkan penggunaan strategi yang berbeda dari gerakan gerilya dan revolusioner kelompok kiri pada tahun 1960-70an. Dalam fenomena ini, kelompok kiri cenderung lebih fokus terhadap penggunaan media elektoral hingga pengumpulan kekuatan politik dari kelompok-kelompok yang sebelumnya terabaikan, seperti petani dan perempuan (Lievesley & Ludlam, 2009). Kemunculan fenomena ini ditandai dengan kemenangan elektoral kandidat presiden dari partai kiri dan kiri-tengah di berbagai negara di Amerika Latin. Partai-partai ini memiliki dan mendukung tujuan yang sama, yakni tujuan ekonomi dan budaya yang nasionalistik, integrasi ekonomi kawasan, perluasan program-program sosial, pengambilan keputusan yang menyertakan golongan non-elite, hingga dalam beberapa kasus mengadopsi model ekonomi sosialis campuran dengan negara sebagai entitas yang dominan (Ellner, 2018).

Evo Morales, bersama Hugo Chávez yang merupakan presiden Venezuela dan Luiz Inácio Lula da Silva yang menjabat sebagai presiden Brazil, merupakan ‘three musketeers’ dalam fenomena pink tide di Amerika Latin (Vice, 2015). Ketiga tokoh tersebut memegang peranan penting dalam pengembangan kebijakan kawasan. Kebijakan yang diambil oleh negara-negara pink tide di Amerika Latin terbagi dan terpengaruh menjadi dua gaya, gaya Chávez dan gaya Lula. Gaya Chávez ditandai dengan kebijakan yang cenderung ekstrim terhadap Amerika Serikat dan sektor swasta, serta penolakan terhadap neoliberalisme. Gaya ini diikuti oleh beberapa negara seperti, Argentina, Bolivia, Ekuador, dan Nikaragua, melalui peningkatan konfrontasi dengan Amerika Serikat (Guardian, 2014). Gaya Lula, di lain sisi, lebih menekankan pada penggunaan anggaran terhadap kelompok miskin, sementara ia juga merangkul sektor swasta dalam kebijakannya. Lula sendiri lebih memilih untuk mereformasi neoliberalisme daripada  secara langsung menolaknya (Isbester, 2011).

Pasca meninggalnya Chávez pada 2013, turunnya Lula pada 2011, dan kudeta terhadap Morales pada 2019 lalu, gelombang pink tide mulai melemah dan mengalami kemunduran telak. Nicolás Maduro yang digadang-gadang dapat menggantikan Chávez, dianggap terlalu sibuk mengurus keberlangsungan politiknya. Maduro yang diharapkan dapat memimpin dalam tingkat regional dan internasional, pada kenyataanya malah tidak dapat memimpin negaranya sendiri. Di lain sisi, penerus Lula di Brazil, Dilma Rousseff, berhasil dimakzulkan oleh senat Brazil pada 2016. Kemunduran ini diperparah dengan kudeta yang didukung oleh Amerika Serikat terhadap Evo Morales (Guardian, 2020). Hingga pada 2020 ini, hanya terdapat sedikit negara yang tersisa dalam upaya mempertahankan eksistensi pink tide yang diantaranya ialah Argentina, Meksiko, Nikaragua, Panama, dan Venezuela. 

Lalu apakah dengan terpilihnya Arce untuk memimpin Bolivia akan membangkitkan pink tide di Amerika Latin?

Kondisi Bolivia era kemenangan Arce berbeda dengan kondisi Bolivia pada era Morales. Pemerintahan Morales sangatlah diuntungkan dengan ledakan komoditas, sedangkan era Arce, jumlah komoditas terus mengalami penurunan. Tantangan bertambah rumit dengan masuknya pandemi virus corona yang diproyeksikan akan menurunkan ekonomi Bolivia sebesar 7.9% menuju krisis neraca pembayaran. Defisit fiskal pada produk domestik bruto Bolivia juga akan mencapai 12.9%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara Amerika Latin lainnya (Buenos Aires Times, 2020). Melemahnya mata uang Bolivia, boliviano, membuat impor menjadi semakin murah dan ekspor semakin tidak kompetitif. Komoditas ekspor utama Bolivia, gas alam, terus menurun drastis dan belum juga pulih hingga sekarang (Buenos Aires Times, 2020). Tantangan-tantangan ekonomi seperti di atas tentu akan mempersulit Arce dan Bolivia untuk membangkitkan pink tide di Amerika Latin.

Pada kenyataanya, tantangan negara-negara pink tide jauh lebih kompleks dari hanya sekedar krisis ekonomi domestik seperti Bolivia. Munculnya conservative wave, fenomena politik sayap kanan yang muncul pada pertengahan tahun 2010 di Amerika Latin, menjadi ancaman besar bagi eksistensi pink tide (World Politics Review, 2020). Terpilihnya pemimpin pemerintahan dari partai sayap kanan mengancam progres yang telah dibuat oleh para pemimpin pink tide. Conservative wave cenderung membuat kebijakan yang pro-neoliberal. Kebijakan-kebijakan kontra pink tide termasuk diantaranya privatisasi, pengurangan program sosial, hingga pembukaan lahan masyarakat adat yang dilindungi untuk agribisnis dan penebangan, mulai disahkan (Ellner, 2018). Pemerintah conservative wave juga menjalin hubungan yang sangat dekat dengan Amerika Serikat. Dukungan kuat yang diberikan Amerika Serikat ini merupakan indikasi yang jelas dari orientasi politik conservative wave (Ellner, 2018).

Melihat tantangan ekonomi domestik dan ancaman conservative wave yang terus meluas, akan sulit rasanya untuk menilai kemenangan Arce sebagai titik kebangkitan pink tide. Terpilihnya Arce di satu sisi dapat dikatakan sebagai simbol masih diminatinya pemerintahan kiri dan kiri-tengah di Amerika Latin. Akan tetapi perlu diperhatikan lebih lanjut bagaimana kapabilitas Arce dalam memimpin dan mengatasi permasalahan-permasalahan di Bolivia akan berdampak pada eksistensi pink tide. Arce sendiri mendeskripsikan pemerintahannya sebagai pemerintahan transisional yang hanya akan menjabat selama satu periode (Eulich, 2020). Sehingga akan sulit untuk memprediksi bagaimana Arce akan membawa pemerintahan Bolivia dalam satu periode yang penuh krisis ini.  

Kebangkitan pink tide tidak bisa hanya bergantung pada Arce atau kemenangan partai kiri dan kiri-tengah di suatu negara. Kebangkitan ini membutuhkan pemimpin politis seperti Chávez dan Lula yang mampu untuk memimpin dan memengaruhi tidak hanya dalam negaranya sendiri, tetapi juga kawasan. Selain itu, keberhasilan kebijakan-kebijakan terutama kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh negara-negara pink tide itu sendiri yang pada akhirnya akan membentuk perspektif bangkitnya pink tide. 

Tentu, kemenangan Arce akan menambah daftar negara yang tergabung dalam fenomena pink tide. Akan tetapi, kemenangan ini hanyalah akan berperan untuk menguatkan eksistensi pink tide, untuk menilai kebangkitannya, perlu dilihat lebih lanjut bagaimana keberhasilan Arce dalam mengelola Bolivia dan mengembalikan pengaruh Bolivia di kawasan. Mengingat jumlah negara dan pengaruh conservative wave yang lebih dominan, membangkitkan kejayaan pink tide era Chávez, Lula, dan Morales, akan sulit untuk dilakukan. Pada akhirnya, akan sangat prematur untuk menyatakan bahwa kemenangan Arce merupakan kebangkitan pink tide. Untuk sekarang, setidaknya Bolivia telah berhasil mengambil alih orientasi politik pemerintahannya, namun jatuhnya Brazil ke tangan presiden sayap kanan, Jair Bolsonaro, dan melemahnya pengaruh Maduro di Venezuela, masih menjadi hambatan yang besar dalam kebangkitan pink tide. Kemenangan Arce di Bolivia, setidaknya, akan dapat menginspirasi pengaruh pink tide pada negara-negara lain seperti Chile, Peru, dan Ekuador yang akan menyelenggarakan pemilihan presidennya di tahun depan. 

Referensi

Al Jazeera and News Agencies. (2020, 20 Oktober). Bolivia’s Luis Arce says ‘no role’ for Evo Morales in new gov’t. Al Jazeera. https://www.aljazeera.com/news/2020/10/20/bolivias-luis-arce-says-no-role-for-morales-in-new-govt

Ellner, S. (2018). Pink-Tide Governments: Pragmatic and Populist Responses to Challenges from the Right. Latin American Perspectives. 46(1). 4-22.

Eulich, W. (2020, 23 Oktober). Is Bolivia’s vote a comeback for Latin America’s left? Not so fast. CS Monitor. https://www.csmonitor.com/World/Americas/2020/1023/Is-Bolivia-s-vote-a-comeback-for-Latin-America-s-left-Not-so-fast

Isbester, K. (2011). The Paradox of Democracy in Latin America: Ten Country Studies of Division and Resilience. University of Toronto Press.

Lievesley, G. & Ludlam, S. (2009). Reclaiming Latin America: Experiments in Radical Social Democracy. Zeed Books. 

Lopes, D. (2016). When Foreign Policy Meets Social Demands in Latin America. Contexto int. Vol. 38 No.1. 

Mandalia, B. (2020, 21 Oktober). Luis Arce and David Choquehuanca: a left-wing economist and an indigenist in the Government of Bolivia. Pledge Times. https://pledgetimes.com/luis-arce-and-david-choquehuanca-a-left-wing-economist-and-an-indigenist-in-the-government-of-bolivia/

Margolis, M. (2020, 22 Oktober). Bolivia’s new president can’t ride Latin America’s ‘pink tide’. Buenos Aires Times. https://www.batimes.com.ar/news/opinion-and-analysis/bolivias-new-president-cant-ride-latin-americas-pink-tide.phtml

Miroff, N. (2014, 28 Januari). Latin America’s political right in decline as leftist governments move to middle. The Guardian. https://www.theguardian.com/world/2014/jan/28/colombia-latin-america-political-shift

Noel, A. (2015, 30 Desember). The Year the ‘Pink Tide’ Turned: Latin America in 2015. Vice News. https://www.vice.com/en/article/wjazpy/the-year-the-pink-tide-turned-latin-america-in-2015

Rochabrun, M. & Ramos, D. (2020, 22 Oktober). Luis Arce: Bolivia’s new president credited for its socialist growth ‘miracle’. Reuters. https://www.reuters.com/article/us-bolivia-election-arce-newsmaker-idUSKBN2770GR

Weisbrot, M. (2020, 18 September). Silence reigns on the US-backed coup against Evo Morales in Bolivia. The Guardian. https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/sep/18/silence-us-backed-coup-evo-morales-bolivia-american-states

World Politics Review Editors. (2020, 21 Oktober). After the End of the ‘Pink Tide,’ What’s Next for South America?. World Politics Review. https://www.worldpoliticsreview.com/insights/27904/after-the-end-of-the-pink-tide-what-s-next-for-south-america

Hafidz Fadilla Febrianto merupakan mahasiswa sarjana Hubungan Internasional di Universitas Indonesia. Dapat ditemukan di media sosial dengan nama pengguna @05hafidz (instagram) @hatedinthepais (twitter)

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *