Kolonialisme Eropa dan Kebutuhan Manusia di Balik Pembangunan Terusan Suez

0

Kapal kargo Ever Given yang tersangkut di Terusan Suez. Foto: AP

Pada hari Kamis (25/3) kemarin, sebuah kapal kontainer besar tersangkut di Terusan Suez, yang praktis menutupi seluruh jalur kapal di terusan tersebut. Berbagai media melaporkan bahwa kejadian ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar, dengan estimasi kerugian yang dilaporkan BBC sebesar Rp 43 triliun per hari.

Saat ini, sudah ada 150 kapal yang mengantre agar dapat segera melewati kanal tersebut. Jika kapal tersebut memilih untuk melalui Tanjung Harapan, mereka harus menempuh perjalanan tambahan dua pekan lamanya.

Besarnya kerugian yang dialami per hari, dan bagaimana opsi alternatif yang tersedia tak cukup menjadi solusi, menunjukkan bagaimana pentingnya Terusan Suez yang dibangun di pertengahan abad 19 ini.

Namun, di masa awal pembangunannya dulu, Terusan Suez bukan hanya soal hitung-hitungan untung-rugi. Lebih dari itu, Terusan Suez adalah tentang bagaimana para koloni dari Barat mampu menjejakkan kakinya lebih kuat di wilayah Asia.

Upaya Britania Raya Menjejakkan Kaki Lebih Kuat di India

Terusan Suez dibangun dengan tujuan menghubungkan Laut Mediterania dengan Samudera Hindia melalui Laut Merah. Sebelum adanya terusan ini, semua perjalanan dari Eropa ke Asia harus melalui Tanjung Harapan di Selatan Afrika, yang artinya kapal-kapal ini harus memakan waktu yang lebih lama dengan biaya yang lebih besar. Terusan Suez berhasil menjadi solusi itu semua. 

Namun di masa awal pembangunannya, Terusan Suez ini bukanlah soal uang semata. Ada upaya dari Barat agar lebih mudah berkomunikasi dengan wilayah jajahannya di Asia. Khususnya bagi Britania Raya.

Sarah Searight, dalam tulisannya yang berjudul A Dismal but Profitable Ditch: The Suez Canal Then and Now (2016), menjelaskan bahwa semakin besarnya kuasa Britania Raya di India pada abad ke-19 membuat adanya urgensi untuk segera mempercepat jalur komunikasi dari tanah Britania ke India.

“Seiring menguatnya keterlibatan Eropa di India, banyak dari turis Eropa pun memilih untuk berlayar ke Laut Mediterania, lanjut dengan jalur darat menyeberangi Mesir dan kembali melanjutkan pelayaran di Laut Merah dan Samudera Hindia — sebuah alternatif dari rute yang cukup jauh jika harus berlayar melalui Tanjung Harapan,” tulis Searight.

Kesempatan ini tak disia-siakan oleh Linant de Bellefonds, yang melakukan eksplorasi di wilayah Isthmuz pada tahun 1830-an. History menuturkan bahwa hasil eksplorasi de Bellefonds berlawanan dengan kepercayaan yang ada saat itu. Laut Mediterania dan Laut Merah ternyata berada di level permukaan yang sama, yang artinya tak perlu ada pintu air di antara keduanya, dan memudahkan pembangunan terusan untuk dikerjakan.

Di tahun 1850-an, Said Pasha, yang memimpin wilayah Sudan dan Mesir untuk Kekaisaran Ottoman, mengizinkan diplomat Prancis Ferdinand de Lesseps untuk membangun perusahaan Suez Canal Company. Perusahaan ini akan bertanggung jawab atas pembangunan dan pengoperasian dari Terusan Suez setidaknya selama 99 tahun ke depan. Konstruksi dimulai tahun 1859.

Dalam proses pembangunannya, banyak sekali kendala yang menghadang. Di dalam catatan sejarah, pembangunan Terusan Suez ini terus ditekan dari para pemodal yang berasal dari Perancis, Britania Raya, dan Amerika Serikat. Akibatnya, kualitas hidup para pekerja di proyek pembangunan sangatlah buruk; banyak dari pekerjanya adalah budak milik orang Barat, mengakibatkan puluhan ribu orang meninggal, dan membengkakkan biaya hingga dua kali lipat dari biaya awal yang tadinya tak sampai US$ 50 juta.

Kendati diresmikan oleh Ismail Pasha, Perwakilan Mesir untuk Ottoman, pada tahun 1869, situasi politik di Mesir sudah tak tertolong. Dalam catatan Searight, hutang Ismail akibat pembangunan Terusan Suez sangatlah besar. Britania Raya pun mengakuisisi 44 persen saham dari Suez Canal Company, yang praktis menjadi jalan masuk Britania Raya terus masuk lebih dalam ke Mesir.

Setelah berhasil memperkuat kedudukannya di Terusan Suez, ketidakstabilan politik Ottoman di Mesir akhirnya membuat wilayah itu jatuh ke tangan Britania Raya di tahun 1882. Walau Terusan Suez adalah wilayah netral, yang bahkan di masa perang tak dapat dikontrol oleh penguasa wilayah Mesir, kedudukan Britania Raya di Terusan Suez telah memperkuat jejak Britania Raya di India yang terus bertahan hingga kemerdekaan India dan Pakistan di tahun 1947.

Signifikansi Terusan Suez untuk Kebutuhan Manusia

Kini, Terusan Suez menjadi kunci dari perekonomian dunia. Pada tahun 2018, Britannica menyebutkan ada 18 ribu lebih transit kapal di Terusan Suez, dengan total beban tahunan yang diangkut lebih dari 1 miliar metrik ton. Angka ini adalah 10 persen dari total arus perdagangan maritim global.

Angka kerugian per hari sebesar Rp 43 triliun menjadi semakin wajar jika kita mempertimbangkan isi muatan yang diangkut oleh kapal-kapal ini. Sebagian besar dari kapal-kapal yang melalui Terusan Suez mengangkut minyak, bahan tambang, dan bahan pangan. Bahan-bahan yang esensial bagi kebutuhan manusia.

Namun itu semua baru berbicara dengan situasi hari ini. Terusan Suez di masa lampau lebih penting lagi. Terusan ini tak hanya tentang pelayaran barang; lebih dari itu, manusia sempat pernah menggantungkan harapan transportasi antar benua pada Terusan Suez.

Searight (2016) menuturkan sebuah cerita tentang seorang anak berumur 16 tahun bernama Thomas Twining di tahun 1792. Ia menyebutkan bahwa Twining kecil harus mempersiapkan serangkaian pakaian untuk ukuran tubuh yang berbeda dalam perjalanannya ke Asia dari Britania Raya yang kala itu masih harus melalui Tanjung Harapan. Hal ini demi mengantisipasi masa pertumbuhan Twining, yang diyakini selama perjalanannya di atas kapal, Twining kecil sudah akan bertambah tinggi beberapa sentimeter.

Dengan hadirnya Terusan Suez, Twining kecil mungkin tak perlu membutuhkan serangkaian pakaian yang berbeda. Setidaknya hingga tahun 1940-an, Terusan Suez telah memudahkan satu-satunya transportasi manusia dari Eropa ke Asia atau sebaliknya.

Hafizh Mulia adalah Managing Director dari Kontekstual. Dapat ditemui di Twitter dan Instagram dengan nama pengguna @moelija.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *