Modi Diprotes Soal Penanganan Pandemi di Distriknya, Bagaimana Jokowi-Gibran di Solo?

0

Ilustrasi Presiden Joko Widodo bersama putranya Walikota Solo Gibran Rakabuming. Foto: Rachman/ANTARA

Tsunami COVID-19 di India perlahan-lahan mulai memicu kemarahan terhadap tokoh-tokoh politik di negara tersebut. Tidak hanya kepada politisi daerah, kemarahan juga mulai muncul kepada salah satu politikus nasional yang paling populer di negara tersebut: Perdana Menteri India Narendra Modi.

Yang menjadikannya semakin signifikan: Kemarahan tersebut datang dari daerah pemilihan Modi sendiri, Varanasi.

Lonjakan  COVID-19 yang terjadi sejak Maret lalu telah menciptakan krisis kesehatan di sana, seperti habisnya suplai oksigen, penuhnya rumah sakit dan ambulans, dan lamanya tes COVID yang membutuhkan waktu seminggu. Tidak hanya itu, suplai obat-obatan juga mulai habis dalam sepuluh hari terakhir.

Menurut data resmi pemerintah, Varanasi memiliki 70.612 kasus infeksi COVID-19 dengan rata-rata 10-11 meninggal per hari. Namun, angka tersebut sulit dipercaya masyarakat Varanasi karena jumlah kremasi harian di Harishchandra dan Manikarnika, dua lokasi kremasi utama kota tersebut, telah mencapai 300-400 per hari.

Walau begitu, PM Modi tidak terlihat berada di Varanasi atau membantu masyarakat di sana. Hal tersebut menjadi ironi yang besar karena selama ini Modi mengklaim bahwa ia memiliki “ikatan spesial” dengan Varanasi, masyarakatnya, dan Sungai Gangga yang mengalir di kota tersebut.

“Perdana menteri, kepala daerah, dan pemimpin BJP (Bharatiya Janata Party, partai penguasa India) sudah bersembunyi, mengabaikan Varanasi dan masyarakatnya,” ujar seorang pemilik restoran di Varanasi.

“Mereka mematikan telepon mereka padahal masyarakat membutuhkan bantuan. Masyarakat sudah sangat marah,” tambahnya.

Peringatan bagi Indonesia?

Fenomena di Varanasi tersebut menjadi peringatan bagaimana penanganan COVID-19 yang buruk dapat membuat popularitas seorang pemimpin negara di daerah asalnya menurun.

Di Indonesia, situasi yang terjadi di kota asal Presiden Jokowi yang sudah menjabat dua periode—Solo—juga cukup mengkhawatirkan.

Dilansir dari Solopos, kasus kumulatif COVID-19 di Solo pada awal April 2021 telah mencapai lebih dari 10.000 kasus. Padahal, kasus pada bulan Februari 2021 masih berada di kisaran 7.000 kasus. Meskipun Walikota Solo Gibran Rakabuming—yang notabene anak Presiden Jokowi—mengklaim bahwa COVID di sana dapat dikendalikan, angkanya terus merangkak naik menjadi lebih dari 10.200 kasus pada pertengahan April.

Hal tersebut sepatutnya menjadi peringatan bagi Indonesia dengan berkaca kepada kasus di India, apalagi akan ada penduduk Jakarta yang berhasil mudik ke Jawa Tengah setelah lolos penyekatan mudik. Oleh karena itu, jika Jokowi tidak ingin bernasib seperti PM Modi dibenci oleh masyarakat yang memilihnya di daerah asal pemilihnya, penanganan COVID-19 yang serius harus dilakukan.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *