Nonton Film Bajakan: Nggak Peduli HKI, atau Keterbatasan Opsi?

0

Ilustrasi produksi film. Foto: pixabay.com.

Beberapa waktu yang lalu, CNN cabang Indonesia menulis sebuah artikel yang memberikan para pembacanya “daftar situs streaming film bioskop terbaru ganti IndoXXI”. Artikel ini kemudian diunggah di Twitter, dan tanpa perlu dipertanyakan, muncul reaksi yang bermacam-macam. Di satu sisi, bagi orang-orang yang selalu mencari situs terbaru dan yang bisa diakses untuk menonton film atau serial TV favorit mereka, ini merupakan hal yang sangat bagus. Apalagi karena diunggah oleh CNN, memberikan kesan seakan situs-situs ini memberikan pilihan film atau serial TV terbaru dengan kualitas yang bagus, entah itu sudah berkualitas tinggi (HD), atau ada subtitle Bahasa Indonesia, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, bagi mereka yang bekerja di industri perfilman, hal ini adalah satu masalah besar. Salah satu pihak yang dengan lantang menyerang tweet CNN Indonesia ini adalah penulis dan sutradara Joko Anwar. Lalu, ribut-ribut ini apakah hanya tentang industri perfilman, ataukah ada hal yang lebih abstrak yang bermain di sini?

Kejadian ini memiliki kaitan dengan salah satu langkah yang diambil oleh pemerintah awal tahun ini ketika pemerintah memutuskan untuk memblokir situs-situs yang menyediakan layanan streaming film gratis. Beberapa di antaranya adalah situs-situs “ternama” seperti IndoXXI dan LK21. Ketika langkah ini diambil oleh pemerintah, banyak yang merasa kecewa dan mungkin marah dengan intervensi pemerintah ini. Respons masyarakat pun menjadi semakin kreatif dengan memunculkan situs-situs baru yang dapat diakses untuk tetap menonton film atau serial TV secara gratis. Hal ini dibarengi dengan pemerintah yang masih bermain kejar-kejaran dengan para pembuat situs yang sepertinya selalu bisa satu langkah di depan pemerintah dengan kemampuan untuk membuat situs baru ketika situs yang lama sudah diblokir. Di saat yang sama pemerintah sepertinya belum memiliki infrastruktur siber yang mumpuni untuk menanggapi keberlanjutan kegiatan ilegal ini. Kegiatan ilegal yang dimaksudkan di sini adalah pembajakan film, sebuah fenomena yang menjadi satu dari kegiatan pelanggaran hak kekayaan intelektual.

Hak kekayaan intelektual merupakan sebuah konsep yang tersembunyi dalam fenomena globalisasi. Awalnya ia muncul akibat adanya kompetisi internasional yang disebabkan oleh perkembangan teknologi yang melahirkan inovasi-inovasi baru. Klaim akan inovasi ini kemudian menjadi bagian dari perlindungan hak kekayaan properti intelektual dan menjadi komoditas ekonomi internasional yang bersifat tak berwujud. Hak kekayaan intelektual sendiri diatur oleh World Trade Organization (WTO) dengan menggunakan TRIPs (Agreement on Trade-related Aspects of Intellectual Property Rights) pada tahun 1992. Dengan TRIPs, hak kekayaan intelektual yang didahulukan untuk dilindungi dan diatur adalah inovasi sektor non-tradisional dalam ekonomi seperti telekomunikasi dan biomedika. Selain WTO, organisasi lain yang mengatur hak kekayaan intelektual adalah WIPO atau Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia. Organisasi ini mendefinisikan kekayaan intelektual sebagai “apapun yang menjadi ciptaan pikiran, penemuan, karya sastra dan artistik, serta simbol, nama, dan gambar yang digunakan dalam perdagangan.”

Film, bersama dengan musik, literatur, karya-karya visual, serta program komputer merupakan bentuk-bentuk kekayaan intelektual yang masuk pada kategori hak cipta. Hak cipta melindungi dua jenis hak: Hak ekonomi yang memungkinkan pemilik hak memperoleh imbalan finansial dari penggunaan karya mereka oleh orang lain; dan hak moral yang memungkinkan pemilik hak untuk mengambil tindakan tertentu untuk menjaga dan melindungi hubungan mereka dengan pekerjaan mereka.

Hak terkait yang dimiliki oleh pembuat karya sebagai pemilik hak pada aspek ekonomi adalah hak reproduksi dan distribusi. Hak reproduksi mengatur proses perbanyakan dari suatu karya, sementara hak distribusi mengatur bagaimana pembuat karya menginginkan karyanya disebarkan. Jika dihubungkan kembali ke permasalahan yang terjadi di awal tulisan ini, tampak jelas argumen dari para pembuat karya yang mempermasalahkan adanya situs-situs yang membagikan dan menyediakan akses kepada karya mereka secara gratis, tanpa persetujuan dan izin dari pembuat karya.

Dalam kasus film, biasanya film-film itu dibuat dengan anggaran yang banyak (relatif dengan masing-masing proses tentunya), mempekerjakan orang-orang yang bisa menunjang proses pembuatannya dari pra-produksi sampai post-produksi seperti penulisan, casting, shooting, pengeditan, dan akhirnya tahap perilisan. Tentunya para pembuat karya ini berharap orang dapat menikmati karya mereka dengan bertanggungjawab, dan menerima apa yang menjadi hak mereka, dalam hal ini adalah hak ekonomi dan moral tersebut.

Saya tidak akan munafik dengan mengatakan tidak pernah menggunakan situs-situs ini, dan tentu saya juga pernah memakai berbagai jenis situs pengunduh lagu seperti MP3Skull untuk mendapatkan lagu-lagu bajakan. Kita semua paling tidak pernah satu kali melakukan pelanggaran hak kekayaan intelektual melalui berbagai usaha kita untuk menikmati karya-karya ini tanpa memikirkan uang yang harus dikeluarkan.

Satu pertanyaan yang bisa dilontarkan dari situasi ini adalah “bagaimana perasaan kalian jika karya yang dibajak adalah karya kalian sendiri?” Klise memang, namun konsumsi akan media tentu perlu dilakukan dengan tanggung jawab. Banyak dari kita saat ini telah menjadi pelanggan dari penyedia jasa yang resmi dan legal seperti Netflix dan Amazon Prime untuk film, serta Spotify dan Apple Music untuk musik. Apakah ini dikarenakan kesadaran moral akan pentingnya menghargai karya, saya tidak tahu, namun bagi kalian yang sudah melakukannya, berbanggalah sedikit karena kalian telah membantu melindungi para pembuat karya dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Patrick A Sitanggang adalah lulusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Bisa dihubungi melalui Twitter di @ptrckaditya

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *