Pertaruhan Nasib Premier League Pasca Brexit

0

Foto: Eurosport

Satu tahun telah berlalu sejak keputusan bersejarah keluarnya Inggris dari Uni Eropa, tepatnya pada tanggal 31 Januari 2020 lalu. Peristiwa ini populer dengan istilah ‘Brexit’ yang merupakan akronim dari ‘British Exit’. Sebelumnya perlu diketahui bahwa wacana Brexit telah cukup lama digaungkan oleh para politisi konservatif dan masyarakat Inggris. 

Disadur dari Dinamika Inggris dan Uni Eropa: Integrasi hingga Brexit (2018), faktor utama terjadinya Brexit yakni karena pandangan Euroscepticism yang tersebar diantara masyarakat Inggris. Bagi sebagian kalangan, Brexit ibarat buah simalakama, di satu sisi menguntungkan Inggris namun di sisi lain akan berimplikasi jangka panjang bagi kedua belah pihak. Salah satu sektor industri yang akan terdampak dalam jangka panjang adalah sepak bola. Selama ini, industri sepak bola menjadi salah satu medium diplomasi sekaligus olahraga paling populer di Eropa.

Bagi Inggris sendiri, sepak bola seakan menjadi identitas nasional dan budaya yang telah mengakar di tengah masyarakat Inggris. Dengan debut awal Premier League (PL) tahun 1992, liga ini berkembang menjadi liga paling kompetitif di antara liga lain di dunia. Namun dengan disepakatinya Brexit, masa depan Premier League akan dipertaruhkan. 

Aspek Finansial & Citra Premier League

Premier League merupakan liga sepak bola utama di Inggris yang terdiri atas 20 klub yang bersaing. Liga yang memulai debutnya pada 20 Februari 1992 ini dikenal sebagai liga sepak bola paling kompetitif karena berisikan pemain-pemain bintang dari penjuru dunia. Seperti yang kita tahu beberapa klub sepak bola legendaris seperti Liverpool F.C, Manchester United, Manchester City, Chelsea F.C bertanding satu sama lain demi trophy Premier League. Maka tidak heran liga ini menjadi liga paling banyak ditonton dan disiarkan di lebih dari 212 wilayah dengan jumlah penonton hingga 4,7 miliar orang pada tahun 2019.

Sejak dibentuk pada tahun 1992, liga sepak bola teratas di Inggris ini mengalami perkembangan pesat dengan berhasil menyumbang 3,6 miliar Poundsterling pada 2015-2016 bagi perekonomian Inggris yang diperoleh dari komersialisasinya. Oleh karena itu, penyelenggaraan PL secara tidak langsung telah membantu memperkuat perekonomian Inggris. 

Bila kita melihat perubahan yang dialami perekonomian Inggris pasca Brexit, maka aspek pertama yang akan memengaruhi liga yakni finansial dari Premier League (PL). Sebagai sebuah liga, PL memiliki regulasi finansial sendiri bagi masing-masing klub yang diuraikan di dalam buku peraturan Premier League Handbook. Dalam regulasinya, manajemen klub yang tergabung dalam PL harus memastikan bahwa mereka tidak memiliki tunggakan pembayaran gaji pemain, karyawan, dan biaya kompensasi sebelum tanggal 31 Desember di setiap akhir tahun.

Dengan adanya Brexit, nilai tukar Poundsterling semakin melemah. Bahkan dapat dilihat sejak referendum Brexit masih digaungkan, nilai tukar Poundsterling terhadap Euro jatuh sebesar 7%. Melemahnya nilai tukar Poundsterling menuntut para staf dan pemain yang berasal dari luar Inggris untuk meminta gaji dalam mata uang Euro. Hal ini tentu memberatkan manajemen PL di tengah resesi ekonomi.

Permasalahan finansial manajemen PL akan berbuntut pula terhadap citra PL. Sejak diselenggarakan pada 1992, PL mengalami perkembangan pesat. Para pemain terbaik dari seluruh dunia menunjukkan kemampuan terbaik mereka di setiap pertandingan liga.

Pendapatan yang diterima PL membantu klub-klub dalam memilih talenta terbaik sehingga citra PL tetap terjaga sebagai liga sepak bola paling kompetitif dan menghibur. Tetapi pembatasan regulasi visa dan melemahnya nilai mata uang karena Brexit akan menuntut pihak manajemen klub untuk berpikir dua kali bila ingin melakukan transfer pemain dari negara Uni Eropa (UE). Hal ini akan meruntuhkan citra PL yang tadinya kompetitif menjadi kurang kompetitif.

Rekrutmen serta Mobilitas Staf dan Pemain

Aspek selanjutnya yang terpengaruh akibat Brexit adalah terkait regulasi mobilitas para staf dan pemain. Bila merujuk pada Treaty on the Functioning of the European Union pasal 45, regulasi UE memberikan benefit bagi para pekerja yang berasal dari negara anggota UE untuk bebas memasuki dan bekerja di negara anggota UE lain selama mereka memiliki izin kerja (Work Permits). 

Sebagai liga sepak bola paling kompetitif di dunia, PL dikenal dengan banyaknya pemain berkebangsaan non-Inggris. Dalam statistik musim 2017-2018 saja, tercatat pemain berasal dari 65 negara yang berbeda. Dari 518 pemain di liga, 67,4% merupakan pemain asing, dan 58% nya merupakan pemain dari negara Uni Eropa.

Dalam regulasi Football Association (FA), semua pemain yang berasal dari luar Uni Eropa membutuhkan izin kerja untuk dapat bermain di PL. Agar mendapatkan izin kerja, pemain non-UE harus mengajukan permohonan untuk Governing Body Endorsement (GBE) kepada FA. Namun terdapat ambang batas (threshold) bagi pemain dalam mendapatkan GBE. Ambang batas ini didasarkan pada peringkat dan jumlah pertandingan di level FIFA yang telah dimainkan. Semakin sulit bagi pemain untuk mendapatkan GBE jika peringkat negara mereka di bawah 50 besar FIFA. 

Berikut tabel yang menjelaskan persyaratan berapa persentase yang dibutuhkan calon pemain yang berasal dari negara dengan peringkat 50 besar FIFA:

Jadi jika negara asal pemain berada di 50 besar, persyaratan lainnya pemain harus bermain antara 30% dan 75% dari pertandingan internasional senior negara mereka selama dua tahun terakhir. Sedangkan untuk pemain berusia 21 tahun kebawah, periode ini telah dikurangi menjadi satu tahun.

Namun lagi-lagi Brexit akan turut mengubah segala regulasi GBE di atas dari yang sebelumnya berlaku untuk pemain ‘non-UE’ menjadi berlaku untuk semua pemain ‘non-Inggris’. Setelah masa transisi brexit, pemain dari negara-negara UE yang ingin bermain di PL harus mengikuti prosedur panjang seperti yang telah tercantum di atas. Namun perlu dicatat, pemain UE yang telah memiliki izin kerja sebelum disahkannya Brexit masih dapat bermain di liga sampai masa kontraknya berakhir. 

Pembatasan izin kerja juga memengaruhi staf-staf manajemen PL yang berasal dari UE, termasuk para pelatih. Beberapa pelatih dari negara UE yang sekarang masih melatih klub PL diantaranya Jürgen Klopp (Jerman), Joseph Guardiola (Spanyol), dan Ole Gunnar Solskjær (Norwegia).

Homegrown Player dan Non-Homegrown Player

Aspek selanjutnya yang tidak luput terdampak Brexit adalah perekrutan talenta muda untuk liga. Selama ini PL selalu menjadi arena bagi para talenta muda yang berasal dari luar Inggris untuk menunjukan kemampuannya kepada dunia. Para pemain muda itu seringkali berstatus sebagai ‘homegrown player’. ‘Homegrown players’ sendiri adalah pemain yang telah terdaftar di salah satu klub naungan FA setidaknya tiga tahun sebelum mereka menginjak usia 21 tahun, terlepas dari asal negaranya. Ini merupakan regulasi yang mengizinkan Paul Pogba dari Manchester United untuk memenuhi syarat sebagai homegrown player, karena ia pertama kali berlatih di Old Trafford saat berusia 16 tahun. 

Namun pasca Brexit, FA selaku asosiasi yang membawahi sistem homegrown players akan mengubah regulasi ini karena berkaitan dengan pembatasan pemain asing. Sebelumnya pada 2017, FA telah mengurangi jumlah maksimum non-homegrown players yang diperbolehkan dalam satu skuad karena takut akan implikasi berlanjut Brexit. Dalam satu skuad yang berisi 25 pemain, kuota maksimum non-homegrown yang sebelumnya 17 dikurangi menjadi 12 pemain.

Maka dari itu Brexit memaksa klub-klub PL harus memikirkan kembali untuk menjual pemain non-homegrown-nya. Sekitar 152 pemain PL saat ini yang lahir di negara-negara UE kemungkinan tidak mendapatkan izin kerja pasca masa transisi Brexit. 

Kesimpulan

Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa Brexit mengakibatkan perubahan radikal terhadap PL sebagai salah satu industri sepak bola yang cukup sukses membantu perekonomian Inggris. Brexit cukup mengguncang PL dari aspek finansial. Melihat melemahnya nilai mata uang Poundsterling pasca referendum yang berimbas pada pelaksanaan PL, sehingga memengaruhi aspek-aspek lain yang ada di dalamnya. 

Meskipun banyak yang menganggap Brexit sangat merugikan PL, namun menurut penulis terdapat secercah harapan bagi liga ini untuk dapat terus berjalan. Bagaimanapun juga, perubahan regulasi terhadap PL memang perlu dilakukan terlepas dari adanya Brexit. Hal ini karena jika ditinjau dari aspek sosial, PL semakin hari justru tidak membuat penduduk Inggris menjadi raja di rumah sendiri. Mulai dari pemain hingga pelatih yang sukses lebih banyak berasal dari luar Inggris. Oleh karena itu, pasca masa transisi Brexit, Inggris diharapkan dapat lebih leluasa untuk mengembangkan talenta-talenta pemain sepak bola lokal mereka yang memang dari dulu menjadi identitas nasional Inggris.

DAFTAR PUSTAKA

Clark, Ken, Stepgen Drinkwater, dan Catherine Robinson, 2014, Migration, Economic Crisis and Politics: Linking Complex Interactions with Empirical Models in International Relations, https://www.princeton.edu/ 

European Union, 1992, Treaty on European Union, Journal of the European Communities

Faridah, Fidya dan Erlina Wiyanarti, 2018, Dinamika Inggris dan Uni Eropa: Integrasi Hingga Brexit, Factum Volume 7, No.2, Oktober 2018

Levitt, Daniel, 2019, How Might Brexit Affect Premier League, https://www.theguardian.com/football/ng-interactive/2019/feb/14/how-might-brexit-affect-premier-league, diakses pada 23 April 2020

Ludlow, Piers, 2016, Hard-won but vital: EU enlargement in historical perspective, LSE Research Online

Luhulima, C. P. F. (1992). Eropa sebagai Kekuatan Dunia: Lintasan Sejarah dan Tantangan Masa Depan. Jakarta: Gramedia.

Maharta, Yulian, 2017. Mengapa Brexit? Faktor-Faktor Di Balik Penarikan Inggris Dari Keanggotaan Uni Eropa. Universitas AirlanggaThe Guardian. 2007. Brown Flies to Lisbon for Belated EU Treaty Signing, https://theguardian.com/uk/2007/dec/13/politics.world diakses pada 23 April 2020

Bayu Saputra adalah mahasiswa jurusan Hubungan Internasional UIN Sunan Ampel Surabaya. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @baysaputraa

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *