Pidato di Kongres AS: Popularitas Zelensky dan Perang Yang Semakin Panjang

0

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kongres Amerika Serikat pada Desember 2022 lalu. Foto: Michael A. McCoy/Reuters

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendapat kesempatan untuk menyampaikan sebuah pidato di hadapan Kongres Amerika Serikat (AS), di Gedung Capitol Washington DC. Kesempatan ini merupakan suatu kehormatan yang spesial, mengingat tidak sembarang orang atau pemimpin dunia bisa berpidato di Capitol Hill tersebut. Indonesia sendiri pernah memiliki seorang great president yang berkesempatan berpidato di Kongres AS, tidak lain adalah Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yang berpidato tentang Pancasila pada 17 Mei 1956.

Volodymyr Zelensky merupakan Presiden Ukraina yang mengundang perhatian bahkan cenderung kontroversial. Selain dari latar belakangnya sebagai seorang seniman, Zelensky terkenal dengan keberaniannya dalam menghadapi Operasi Militer Khusus yang dilancarkan oleh Rusia kepada negaranya sejak bulan Februari 2022 lalu. Maka, tidak heran apabila negara-negara barat, yang secara politik dan militer memberikan dukungan sejak meletusnya konfrontasi, menganggap Zelensky sebagai patriot perang yang membanggangkan dan patut diapresiasi atas keberaniannya dalam menghadapi Rusia. 

Pada Juli 2022 lalu, Zelensky mendapatkan suatu penghargaan bergengsi dari Inggris yakni Churchill Leadership Award. Penghargaan Churchill ini diberikan kepada Zelensky karena dianggap menunjukan suatu sikap kepemimpinan yang berani dan visioner sebagaimana Perdana Menteri Winston Churchill masa Perang Dunia II. Penghargaan ini diberikan oleh ketua International Churchill Society Laurence Geller dan turut hadir pula Duta Besar Ukraina Vadym Prystaiko, serta Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Penghargaan ini semakin menambah popularitas Zelensky, di samping semakin menajamnya konflik militer Ukraina–Rusia.

Selain Inggris, negara yang secara politik dan militer mendukung penuh perlawanan Ukraina terhadap Rusia adalah Amerika Serikat. Maka, tidak heran apabila AS di bawah kepresidenan Joe Biden memasok senjata besar-besaran sebagai alat perjuangan rakyat Ukraina. Dukungan juga diberikan kepada Volodymyr Zelensky sebagai presiden, salah satunya dengan memberikan apresiasi dan penghormatan dengan diundangnya Zelensky untuk melakukan lawatan ke Washington DC bertemu Joe Biden dan memberikan pidato di depan Kongres AS. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah substansi dari pidato Zelensky di depan Kongres AS ini berisikan sebuah pesan perdamaian dengan komitmen pada penyelesaian konflik atau justru hanya merupakan hasrat Zelensky untuk memperpanjang perang dan menikmati panggung popularitas? Hal tersebut akan secara khusus dibahas dalam tulisan ini.

Zelensky Di Atas Podium Kongres

Kedatangan Presiden Zelensky ke AS merupakan lawatan ke luar negeri pertamanya sejak Februari 2022. Di Washington DC, Zelensky melakukan beberapa agenda, di antaranya melakukan kunjungan ke Gedung Putih untuk bertemu Presiden Joe Biden, dan yang utama adalah agenda untuk menyampaikan pidato di Kongres AS. Sebagaimana diutarakan sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre, kunjungan Zelensky ke AS menandai hubungan diplomatik yang kokoh dari kedua negara, serta sebagai bentuk penegasan komitmen berupa dukungan penuh pemerintah AS terhadap Ukraina terhadap konflik yang terjadi.

Zelensky mengunjungi Capitol Hill disambut oleh mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS Nancy Pelosi. Secara politik, Nancy Pelosi menjadi pendukung teguh dari perjuangan rakyat Ukraina untuk melawan Rusia. Hal ini dibuktikan dengan kunjungannya ke Kyiv pada Mei 2022 lalu. Sejak kunjungannya itu, politisi Partai Demokrat tersebut sudah sesumbar akan komitmennya untuk memberikan dukungan kepada Ukraina sampai dengan selesainya konflik dan menemui titik akhir. Maka tidak heran apabila dalam kunjungannya ke Capitol, Pelosi menyambut antusias Presiden Volodymyr Zelensky. 

Tibalah sesi yang ditunggu-tunggu, di mana Zelensky memasuki ruangan dan disambut dengan tepuk tangan meriah oleh para anggota Kongres. Dengan baju “khas-nya”, Zelensky dengan percaya diri berjalan menuju podium untuk menyampaikan pidatonya, dan tepat di belakangnya (hadir) Wakil Presiden Kamala Harris serta Nancy Pelosi. Zelensky mengawali pidatonya dengan ucapan terima kasih kepada AS, umumnya atas komitmen dan dukungannya terhadap perjuangan rakyat Ukraina.

Zelensky memuji AS atas keberhasilannya dalam menyatukan komunitas global dan komitmen yang kuat untuk melindungi kebebasan dan hukum internasional. Terlepas dari paradoks retorika Zelensky dengan realita yang ada, hal ini dapat dipahami sebagai bentuk terima kasih dari negara penerima bantuan kepada negara pemberi bantuan. Tidak lupa juga Zelensky memamerkan tindakan heroiknya, bahwa sebelum melakukan lawatannya ke AS, dirinya berada di Bakhmut yang merupakan daerah garis depan peperangan. 

Selain itu, Zelensky juga menyinggung peristiwa Natal 1944, di mana pasukan AS dengan berani melakukan perlawanan kepada pasukan Hitler. Peristiwa pada Perang Dunia II tersebut ia samakan dengan perjuangan rakyat Ukraina yang pada saat Natal waktu lalu berani berjuang melawan pasukan Vladimir Putin. Ada dua poin penting dapat ditangkap dari penggalan pidatonya ini. Pertama, yakni keinginan Zelensky untuk memperlihatkan kepada dunia internasional bahwasannya perjuangan Ukraina sekarang ini memiliki semangat heroisme yang serupa dengan perjuangan AS di Perang Dunia II. Kedua, secara tidak langsung Zelensky menyamakan Vladimir Putin dengan Adolf Hitler sang kanselir Jerman yang bengis dan kejam.

Mengenai bantuan yang diberikan AS ke Ukraina, Zelensky menyebutnya bukan sebagai amal, melainkan sebagai sebuah investasi bagi demokrasi dan keamanan global. Ucapan Zelensky dapat dikatakan tepat, karena setiap bantuan yang dikirimkan pasti terselip suatu pragmatisme politik yang terselubung, tidak serta-merta hanya sebagai amal. Analisis dalam tulisan ini menyatakan bahwa bantuan AS kepada Ukraina tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kepentingan politik AS sendiri, bukan untuk keamanan global atau demokrasi serta kepentingan rakyat Ukraina sebagaimana yang diklaim. AS tidak sebaik hati itu. Pengaruh politik AS di Ukraina, terlebih dengan presidennya yang pro-Washington, akan dapat semakin mudah untuk mengisolasi Rusia dan mempersempit ruang geraknya terutama di Eropa. Ukraina akan dimanfaatkan dan dikendalikan oleh Washington demi kepentingan ekonomi dan politiknya sendiri.

Sebelum mengakhiri pidatonya, Zelensky sempat menyinggung pidato Presiden Franklin Delano Roosevelt (FDR) di tempat berdirinya saat itu di Kongres AS, tentang kemenangan mutlak rakyat AS. Zelensky mengambil semangat dan heroisme FDR dalam perjuangan rakyat Ukraina melawan Rusia—atau lebih jauh lagi mungkin saja dirinya ingin disejajarkan dengan Presiden Roosevelt. Tidak lupa juga dirinya turut mengibarkan bendera Ukraina sebagai bentuk kebanggaannya yang disambut tepuk tangan meriah seluruh hadirin. 

Capitol Hill Sebagai Panggung Baru Zelensky

Terutama terhadap sosok Presiden Zelensky, saya berpendapat bahwa Zelensky sejatinya “menikmati” konflik yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Dengan adanya konflik ini, secara politik membawa manfaat bagi dirinya dengan semakin meningkatnya popularitas dan perhatian dunia yang tertuju kepada dirinya. Penghargaan dan berbagai undangan untuk berpidato datang dari forum-forum internasional (termasuk G20 di Indonesia) yang didapatkan, tidak akan terjadi seandainya saja perang tidak terjadi di Ukraina sejak Februari 2022 lalu.

Perlu diingat bahwa sebelum eskalasi menuju pecahnya perang pada awal 2022, Pemerintahan Zelensky adalah pemerintahan yang biasa-biasa saja di Ukraina. Meski berhasil mendapat suara mayoritas dalam Pilpres dan di Parlemen Ukraina, tetapi janji kampanyenya yang kabur dan minimnya pengalaman politik membuat proses reformasi domestik tidak berjalan lancar. Zelensky juga tidak lepas dari jeratan oligarki yang menguasai ekonomi, politik, dan media Ukraina. Ditambah dengan kesulitan selama pandemi COVID-19, tampaknya Zelensky bukanlah presiden yang bersejarah bagi Ukraina. Namun, irama pemerintahannya berubah 180 derajat ketika ancaman invasi oleh Rusia menjadi semakin nyata. Zelensky kini memiliki kesempatan untuk membuktikan kepemimpinannya tidak hanya terhadap Rakyat Ukraina, tetapi juga dunia.

Dalam hal ini, saya melihat podium Kongres AS adalah sebuah panggung baru yang disediakan untuk pentas sang presiden guna memperlihatkan kepada dunia bahwa dirinya adalah seorang patriot sejati yang membela tanah airnya dari serangan sang “Hitler dari Kremlin”. Maka dari itu, menurut saya, Zelensky menginginkan konflik ini berlarut-larut agar perhatian dunia kepada Ukraina, terkhusus kepada dirinya akan bertahan lama. Andaikata perang berhenti, maka pentas juga akan terhenti seketika. Hal ini bisa dibuktikan dengan komitmen Zelensky yang seakan “setengah-setengah” untuk melakukan perundingan serta seruannya kepada negara-negara pendukung Ukraina untuk terus mengirimkan bantuan militer. Itu sebatas opini pribadi saya. 

Apabila kita melihat lagi ke belakang, tepatnya pada acara puncak G20 di Indonesia, muncul suatu berita mengejutkan sekaligus menakutkan bagi dunia yakni kabar jatuhnya sebuah rudal di Polandia. Zelensky dengan provokatif mengatakan bahwa rudal yang jatuh di Polandia tersebut berasal dari Rusia, padahal belum ada fakta yang membuktikan hal tersebut, dan beberapa waktu kemudian Gedung Putih membantah bahwa rudal tersebut bukanlah berasal dari Rusia melainkan dari Ukraina. Bayangkan apabila provokasi Zelensky berhasil dan mempengaruhi para pemimpin NATO yang hadir di Bali saat itu, maka Pasal 5 NATO akan diberlakukan dan dunia akan memasuki masa-masa konflik yang lebih besar lagi. 

Saya menyimpulkan bahwa perang Rusia-Ukraina ini akan semakin panjang dan tidak pasti kapan berakhirnya, selama masih ada pihak yang menikmati jalannya peperangan. Dalam konteks ini, saya berpendapat bahwa Volodymyr Zelensky menikmati jalannya peperangan untuk meningkatkan popularitasnya di dunia internasional dan dalam menggalang dukungan dari Barat dan sekutunya, tidak peduli rakyat sengsara dengan perang yang berkepanjangan. Panggung terbaru yang diberikan kepadanya adalah kesempatannya untuk menyampaikan pidato di Kongres AS, yang menambah kepopulerannya di tengah kesengsaraan rakyat Ukraina. Meski Putin menjadi pihak yang memulai invasi ini, saya berasumsi bahwa Zelensky sebagai aktor politik juga menginginkannya, bisa jadi lebih dari Putin sendiri. 

Adrian Aulia Rahman merupakan mahasiswa Universitas Padjadjaran. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @adrianauliar

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *