PLTSa: Benarkah Solusi Baru untuk Masalah Sampah di Indonesia?

0

Ilustrasi pekerja memilah sampah untuk uji coba pengoperasian mesin instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Foto: Risky Andrianto/Antara

Artikel ini juga telah dipublikasi di kanal Medium Adidaya Initiative.

Beberapa minggu lalu ketika saya berada di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, saya tidak sengaja melintasi TPA Jalupang yang berada di sekitaran kawasan Desa Pangulah Baru. Di tempat tersebut saya melihat tumpukan sampah yang sangat banyak dan berbukit-bukit. Tidak jauh dari sana sejumlah truk penuh dengan muatan sampah sedang mengantri masuk untuk membuang sampah yang mereka bawa ke TPA, padahal di dalam TPA tersebut sudah terisi banyak tumpukan sampah. 

Terlintas dipikiran saya jikalau sampah yang dihasilkan terlalu banyak dari lahan yang tersedia, apakah kondisi Indonesia akan dapat menyerupai sebuah film animasi berjudul Wall-E, yang mana di film tersebut digambarkan bahwa bumi sudah dipenuhi oleh tumpukan sampah dan akhirnya manusia harus tinggal di sebuah pesawat luar angkasa. 

Pemikiran tersebut didukung pula oleh data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Februari 2019 yang menyatakan bahwa Indonesia menghasilkan sedikitnya 64 juta ton timbunan sampah setiap tahunnya. Belum lagi di masa pandemi ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa sampah plastik bertambah di tengah pembatasan sosial. Hal itu terjadi karena sebagian besar masyarakat melakukan belanja online yang pengemasannya menggunakan plastik.  

Dengan kuantitas sampah yang tinggi dan penanganan sampah di Indonesia yang masih sangat sulit dan kompleks—bahkan sudah masuk ke fase darurat menurut Sri Bebassari, maka akan timbul berbagai masalah lain, seperti pencemaran tanah yang akan diikuti pencemaran air tanah, dan semakin banyaknya lahan yang akan digunakan untuk menampung sampah. 

Berbagai macam solusi sudah sering kita dengar mengenai penanganan sampah ini, seperti halnya sosialisasi mengenai prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace) kepada masyarakat. Dari sekian banyak solusi, terdapat satu solusi yang menarik perhatian saya yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). PLTSa tergolong sebagai energi terbarukan yang dapat mengolah sampah menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Sistem kerja PLTSa ini sendiri pada umumnya membakar sampah yang akan diubah menjadi energi listrik. Energi panas dari hasil pembakaran ini yang nantinya akan diproses menjadi uap untuk memutar turbin yang terhubung dengan generator sehingga menghasilkan listrik. 

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, sekitar 20 ribu ton sampah yang dihasilkan di sejumlah TPA besar dapat menghasilkan sekitar 251 MW dan 34,9 MW landfill gas. Ada dua metode yang umum digunakan pada PLTSa ini, yaitu insinerasi dan landfill. Insinerasi adalah pembakaran bahan secara tuntas sehingga menghasilkan abu. Sedangkan landfill adalah metode memadatkan sampah dan kemudian dilapisi dengan tanah setiap beberapa hari sekali. Rencana pembangunan PLTSa di Indonesia dimulai pada tahun 2019 sampai 2022 dan akan berada di dua belas kota.

Tentunya dengan mendengar hal ini, jumlah sampah yang tidak terkendali bukan hanya akan terselesaikan namun juga bisa dimanfaatkan menjadi energi listrik. Sampah yang tadinya barang yang tidak berguna sekarang justru menjadi sumber untuk pembangkit energi listrik. Pada saat saya mendengar hal ini untuk pertama kali, sekilas saya berpikir PLTSa ini adalah jawaban dari masalah sampah di Indonesia. Namun setelah saya mendalami lagi mengenai PLTSa, saya sadar bahwa PLTSa ini masih memiliki kendala. Masalah sampah di Indonesia tidak sepenuhnya selesai dengan adanya PLTSa ini. 

Sistem kerja PLTSa adalah membakar sampah untuk menghasilkan uap. Pembakaran sampah ini tentunya akan menimbulkan masalah baru. Seperti yang kita tahu, sampah yang dibakar tentunya akan menyebabkan polusi udara. Sejumlah aktivis lingkungan mengatakan bahwa pembakaran sampah yang dilakukan PLTSa hanya akan menambah masalah baru yakni polusi udara. Pembakaran sampah dapat menghasilkan senyawa dioksin yang sangat rawan dihirup manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Apalagi sampah yang dibakar nanti bisa mencapai 1.000 ton per harinya. 

Belum lagi sistem pemilahan sampah di Indonesia masih terbilang kurang baik. Sampah organik, non-organik, dan limbah berbahaya masih tercampur di tempat sampah. Ada kalanya sampah plastik dapat mengandung logam berat yang berbahaya. Bayangkan jika sampah ini nantinya terbakar dan menghasilkan sisa pembakaran yang berbahaya bagi manusia dan juga lingkungan. Bahkan zat-zat sisa pembakaran ini dapat berpotensi menyebabkan kanker, gangguan reproduksi, dan menurunnya kualitas hidup manusia. 

Selain masalah polusi udara, PLTSa juga dihadapi dengan permasalahan lain. Ketidaksiapan beberapa daerah untuk membayar tipping fee. Tipping fee sendiri adalah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk pengelola sampah. Tentu biaya yang akan dikeluarkan ini tidaklah kecil, melihat proses kerja PLTSa pasti memerlukan teknologi khusus. Tipping fee untuk daerah Jawa Barat saja dapat mencapai Rp 300 miliar lebih per tahunnya untuk PLTSa. Tentu hal ini akan memberatkan anggaran daerah yang akan menggunakan PLTSa dan menimbulkan banyak pro-kontra di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, pemerintah daerah nantinya harus mengeluarkan dana sebesar itu untuk pengelolaan sampah yang bahkan cenderung menimbulkan masalah polusi udara di tengah PLN yang sedang mengalami surplus listrik. 

Melihat masalah-masalah yang ada terutama mengenai masalah pencemaran udara, pemerintah dan produsen memiliki pandangan yang berbeda. Menurut mereka gas buangan sisa pembakaran sangatlah aman. Bahkan mereka mengklaim bahwa PLTSa ini 90% terbebas dari emisi. Hal itu dikaitkan dengan penggunaan teknologi Flue Gas Treatment (FGT) pada PLTSa. FGT ini berfungsi untuk menyaring komponen berbahaya dan menekan gas buang dari hasil pembakaran. Dengan teknologi ini emisi yang dikeluarkan memenuhi standar Eropa sehingga dampak terhadap lingkungannya kecil. Untuk sisa pembakaran berupa benda padat akan disimpan dan sebelumnya sudah diubah menjadi bentuk yang ramah lingkungan. Penerapan PLTSa di beberapa negara besar seperti Amerika Serikat, Denmark, Inggris, Irlandia, Swedia juga menjadi alasan bahwa penerapan PLTSa ini aman. 

Melihat nilai plus dan minus dari penerapan PLTSa ini, maka kita harus lebih bijak lagi dalam mengawasi perkembangan pembangunan PLTSa. Jika PLTSa ini memiliki teknologi seperti yang dikatakan, maka PLTSa merupakan suatu solusi yang sangat baik untuk menangani masalah sampah di Indonesia dan bahkan dapat menjadi opsi transisi energi karena sumber energinya terbarukan. Namun, pengawasan tetap harus dilakukan karena bisa saja teknologi yang digunakan tidak cocok dengan kondisi sampah yang berada di Indonesia sehingga masalah lingkungan yang dikhawatirkan akan terjadi. Belum lagi masalah-masalah yang ditimbulkan di luar lingkup lingkungan, seperti halnya biaya untuk mengelola sistem PLTSa ini.

Dapat disimpulkan bahwa PLTSa tidak bisa menjadi solusi tunggal untuk berdamai dari masalah sampah yang masih kompleks di Indonesia. Penyelesaian yang paling tepat dilakukan pada akhirnya akan balik ke diri kita masing-masing; kita harus memiliki kesadaran untuk tidak egois terhadap lahan kita, mengurangi penggunaan sampah non organik yang susah diuraikan serta mengelola sampah dengan menggunakan barang yang sekiranya masih bisa digunakan, dan mendaur ulangnya menjadi benda yang lebih berguna. 

Mulai sekarang, tidaklah cukup hanya dengan berkata buanglah sampah pada tempatnya. Kini, mari kita mengurangi dan mendaur ulang sampah sebelum dibuang!

Referensi

Ahzani, F, K. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), Solusi atau Masalah Baru ?. kumparan.com https://kumparan.com/wk-faizin/pembangkit-listrik-tenaga-sampah-pltsa-solusi-atau-masalah-baru-1uQbrPU3LSM

Ashari, V. (2019). Bisa Kelola Sampah, Bagaimana Cara Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Sampah?. Bobo. https://bobo.grid.id/read/081789055/bisa-kelola-sampah-bagaimana-cara-kerja-pembangkit-listrik-tenaga-sampah?page=all

Kontan (2020). Kementerian ESDM akui pengembangan PLTSa temui kendala. Kontan.co.id. https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-akui-pengembangan-pltsa-temui-kendala

Samsinar, R., & Anwar, K. (2018). Studi Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kapasitas 115 KW (Studi Kasus Kota Tegal). eLEKTUM, 15(2).

Gede Teguh Adi Wedangga adalah admin akun Instagram dan anggota Divisi Media Adidaya Initiative. Dapat ditemui di Instagram dengan nama pengguna @gedeteguhadiwedangga

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *