Prestasi dan Reformasi: Saudi Kembali Tingkatkan Partisipasi Perempuan

0

Ilustrasi perempuan Saudi Arabia. Foto: Reuters

Setelah menjalani pelatihan selama 14 minggu, angkatan pertama kadet tentara perempuan dinyatakan lulus di Arab Saudi. Tidak hanya itu, Mayor Jenderal Adel al-Balawai selaku Kepala Pendidikan dan Pelatihan Militer Arab Saudi juga menekankan bahwa program-program yang mereka jalani dipastikan sudah sesuai dengan standar internasional. Kedepannya, mereka dapat bertugas di berbagai cabang angkatan bersenjata negara tersebut, termasuk menjadi pasukan pengendali rudal. Ini merupakan kabar yang sangat bernada positif bagi para perempuan yang hidup di kerajaan yang konservatif.

Partisipasi perempuan Arab Saudi di angkatan bersenjata dimulai pada Februari tahun ini, ketika pemerintah negara tersebut mengumumkan bahwa mereka akan menerima baik pelamar laki-laki maupun perempuan. Pengumuman ini dibuat kala Arab Saudi memang berupaya untuk meningkatkan kehadiran perempuan di ruang publik serta mengintegrasikan mereka ke dalam kehidupan bernegara. Semenjak itu, institusi militer negara tersebut berkomitmen untuk turut memberikan pelatihan yang berkualitas bagi para perempuan yang ingin bertugas di angkatan bersenjata Arab Saudi.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, pembukaan ini memang berkaitan dengan agenda Arab Saudi untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam rangka mereformasi dirinya sendiri. Bicara reformasi di Arab Saudi, tidak lengkap apabila tidak menyinggung Saudi Vision 2030. Mengesampingkan kontroversi yang meliputi sikap Arab Saudi selama ini, visi dalam Saudi Vision 2030 memberikan angin segar bagi para perempuan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah.

Dalam salah satu dokumennya, pemerintah Arab Saudi mengatakan bahwa mereka akan meningkatkan partisipasi para perempuan di lapangan pekerjaan hingga menyentuh angka 30%. Lebih lanjut, dokumen tersebut juga mengakui perempuan sebagai bagian penting masyarakat Arab Saudi yang harus dilatih untuk berhadapan dengan permintaan-permintaan dunia kerja kedepannya. Hal ini dilakukan terutama untuk memampukan mereka dalam berkontribusi kepada Arab Saudi sebagai warga negara dan turut mengamankan masa depan mereka.

Tentu, memang terdapat beberapa faktor riil yang disinyalir menanamkan dan memperkuat keinginan reformis pimpinan Arab Saudi yang ambisius, seperti Mohammed bin Salman (MBS). Salah satunya adalah kemunculan insentif baru bagi Arab Saudi untuk melibatkan perempuan secara lebih ekstensif di sistem perekonomian negaranya. 

Riset menunjukkan bahwa pendaftaran perempuan ke perguruan tinggi lebih besar 7% dibanding laki-laki. Kemudian, mereka juga menunjukkan minat yang besar untuk bekerja, terutama yang berada dalam rentang umur 40-50 tahun. Sementara itu, pengurangan jumlah pekerja ekspatriat yang disebabkan oleh kebijakan Saudization perekonomian dan pandemi COVID-19 mengharuskan perusahaan-perusahaan setempat meningkatkan pasar tenaga kerja. Dalam keadaan seperti itu, Arab Saudi akan mengalami kerugian apabila tidak melibatkan tenaga kerja perempuan yang berkualitas dan tersedia dalam jumlah banyak.

Insentif perekonomian tersebut terlihat jelas dalam riset Bloomberg Economics yang mengestimasikan Arab Saudi akan meraup keuntungan sebesar US$ 90 miliar dari keputusannya untuk mengizinkan perempuan mengendarai kendaraan. Keputusan tersebut yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi pada tahun 2018 mengawali pemandangan baru di ruang publik negara tersebut. Perempuan yang keberadaannya terbatas pada masa-masa sebelumnya sudah mulai menampakkan diri di restoran dan kafe-kafe seantero kota di Arab Saudi—ruang-ruang yang lazimnya diisi oleh laki-laki ketika perempuan masih sangat dikekang.

Kendati awal mula reformasinya yang sangat bernada ekonomi, perubahan-perubahan ini membawa dampak positif terhadap kondisi hidup perempuan di Arab Saudi. Diniatkan atau tidak, pemerintah Arab Saudi telah meningkatkan kesempatan para perempuan untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya dengan membiarkan mereka menggunakan potensinya untuk bekerja. Hal tersebut akan meningkatkan kemerdekaan finansial yang relatif lebih tinggi daripada sebelumnya, ketika sumber kekayaan untuk menghidupi keluarga dan diri mereka masih dikendalikan sepenuhnya oleh laki-laki.

Paling menarik di antara sasaran-sasaran Saudi Vision 2030 adalah tingkat partisipasi perempuan sebesar 30% di lapangan kerja. Sadar atau tidak sadar, pimpinan Arab Saudi telah menyusun rencana besar yang memuluskan perempuan dalam upayanya untuk meningkatkan kondisi dan kualitas hidup mereka. Dengan meningkatnya partisipasi dan kesempatan perempuan untuk bekerja, kesenjangan kekayaan antara laki-laki dan perempuan akan berkurang. Berkurangnya kesenjangan tersebut akan menjadikan perempuan kelompok yang berdaya tawar kuat di masyarakat sehingga cukup kuat untuk menegosiasikan posisinya di berbagai aspek kehidupan lainnya.

Sejauh ini, Arab Saudi telah mencetak rekor yang cukup baik dalam pemeringkatan internasional. Dalam laporannya yang diterbitkan untuk tahun 2020, Bank Dunia mengakumulasikan skor sebesar 70,6 dari 100 untuk performa perempuan di sektor bisnis dan hukum. Skor tersebut menilai pemenuhan variabel ketidaksetaraan/kesetaraan gender bagi perempuan di hadapan hukum dan hambatan/kemudahan bagi perempuan untuk melibatkan diri dalam kegiatan perekonomian. Dengan skor tersebut, Arab Saudi menempati peringkat pertama di antara negara-negara Teluk Persia lainnya yang tergabung di Gulf Cooperation Council (GCC), membalap juga Uni Emirat Arab yang digadang sebagai mercusuar progresivisme di kawasan.

 Memasuki tahun ini, Arab Saudi dapat berbangga diri dengan keberhasilannya untuk mewujudkan dan bahkan melampaui sasaran partisipasi perempuan sebesar 30% di lapangan pekerjaan negaranya. Tercapainya sasaran tersebut, dengan tambahan sebesar 3% menunjukkan peningkatan sebesar 64% dalam variabel keikutsertaan perempuan dalam kurun waktu dua tahun. Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa negara sekonservatif Arab Saudi pun dapat mewujudkan wacana progresif, meski pelaksanaannya masih bersifat top-down. Lebih lanjut, hal tersebut juga menunjukkan bahwa Arab Saudi tidak harus takut untuk memimpikan perubahan yang lebih besar—menimbang hasil reformasinya yang cukup baik.

Penting untuk terus memperhatikan dan mendesak Arab Saudi untuk menghadirkan perubahan yang lebih besar dan substansial ke depannya, selambat apapun. Urgensi tersebut muncul imbas kritik-kritik yang dilayangkan kepada Arab Saudi selama dirinya menjalankan proyek-proyek reformasi Saudi Vision 2030. Human Rights Watch melaporkan bahwa program-program reformasi yang telah dilaksanakan masih “kurang lengkap”. Sementara itu, Amnesty International menilai bahwa perempuan-perempuan di Arab Saudi masih mengalami diskriminasi dalam praktik pernikahan, perceraian, dan pembagian warisan.

Kekurangan-kekurangan tersebut mencoreng prestasi-prestasi yang diperoleh Arab Saudi dari keberhasilan beberapa agenda reformasinya. Diizinkannya perempuan untuk bertugas di angkatan bersenjata Arab Saudi baru-baru ini dipastikan mempertegas komitmen reformisnya di hadapan dunia. Namun, kedepannya Arab Saudi perlu mengupayakan dan mewujudkan perubahan-perubahan lain untuk meningkatkan taraf dan kondisi hidup perempuan. Kegagalannya untuk melakukan itu berpotensi mengakibatkan dunia berpandangan sinis terhadap Saudi Vision 2030 yang dianggap sebagai pertunjukan belaka.

Referensi:

Alaref, Jumana dan Johannes Koetti. “Why are Saudi women suddenly starting to take jobs?” https://www.brookings.edu/blog/future-development/2021/05/19/why-are-saudi-women-suddenly-starting-to-take-jobs/ (diakses pada 19 September 2021).

Halimatusa’diyah, Iim. “Semakin banyak perempuan di DPR, tapi riset ungkap kehadiran mereka mungkin tidak signifikan.” https://theconversation.com/semakin-banyak-perempuan-di-dpr-tapi-riset-ungkap-kehadiran-mereka-mungkin-tidak-signifikan-125013 (diakses pada 19 September 2021).

Krimly, Reem. “Saudi Arabia’s first batch of women soldiers graduate.” https://english.alarabiya.net/News/gulf/2021/09/02/Saudi-Arabia-s-first-batch-of-women-soldiers-graduate- (diakses pada 19 September 2021).

Malik, Caline. “Saudi Arabia on a fast track to gender equality, study suggests.” https://www.arabnews.com/node/1625046/saudi-arabia (diakses pad 19 September 2021).

Ng, Abigail. “Saudi Arabia sees a spike in women joining the workforce, Brookings study shows.” https://www.cnbc.com/2021/04/29/saudi-arabia-sees-a-spike-in-women-joining-the-workforce-study-says.html (diakses pada 19 September 2021).

Nihal, Mariam. “Saudi Arabia’s first female soldiers graduate from military academy.” https://www.thenationalnews.com/gulf-news/saudi-arabia/2021/09/02/saudi-arabias-first-female-soldiers-graduate-from-military-academy/ (diakses pada 19 September 2021).

Revenga, Ana dan Sudhir Shetty. “Empowering Women Is Smart Economics.” https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2012/03/revenga.htm (diakses pada 19 September 2021).

Westall, Sylvia. “Saudi women can join military in latest widening of rights.” https://www.aljazeera.com/news/2021/2/22/bb-saudi-women-can-join-military-in-latest-widening-of-rights (diakses pada 19 September 2021).

Bayu Muhammad Noor Arasy adalah mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @classroomboredom

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *