Saat Kereta Tiba di Swiss Van Java

0

Foto: Dokumentasi Ditjen Perkeretaapian

Belakangan, warga Garut dan sekitarnya tengah merayakan euforia seiring penantian lama yang akan segera terjelma. Setelah mati suri selama hampir 40 tahun, jalur kereta api Cibatu-Garut yang dinanti akan segera diaktifkan kembali. Perjalanan panjang upaya reaktivasi pun seolah membuka kotak pandora, mengangkat kisah sinergi berbagai pihak yang bermain penting dalam upaya reaktivasi jalur kereta Bumi Priangan. Rangkaian kegiatan persiapan reaktivasi dan operasionalisasi jalur ini seolah menjadi bukti jalinan tangan yang terulur, untuk memoles kembali sang putri yang sudah lama tertidur.

Mengantar Komoditas Melalui Medan yang Ganas

Jika menilik jauh ke belakang, jalur kereta api Cibatu-Garut memiliki sejarah panjang yang menarik untuk dikulik. Jalur kereta api yang memiliki panjang 19,063 km ini, merupakan bagian dari pembangunan jalur kereta api lintas Priangan-Cilacap oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang dimulai pada tahun 1887. Saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda merasa perlu membangun jalur kereta api ini untuk mengakomodasi kebutuhan mobilisasi komoditas yang tidak tertangani oleh moda angkutan pedati. Kontur geografis kawasan Garut dan sekitarnya yang bergunung dan terisolasi oleh lembah dan bukit, menyebabkan pengangkutan menggunakan pedati menjadi sangat tidak efektif. Selain memakan waktu yang lebih lama, pengangkutan menggunakan pedati melewati medan geografis Garut membawa resiko yang cukup tinggi.

Sebagai tulang punggung pengangkutan komoditas saat itu, jalur kereta api Priangan-Cilacap dibangun dengan menghubungkan jalur utama dan jalur simpangan. Jalur utama terhubung dari barat ke timur, sementara jalur simpangan lebih banyak mengarah kepada pusat-pusat perkebunan seperti Cikajang dan Garut. Sehingga, ketika Stasiun Cibatu dibangun sebagai salah satu stasiun persimpangan di jalur ini, stasiun ini dilengkapi juga dengan dipo lokomotif untuk menjalankan perawatan dan pemeriksaan lokomotif uap yang menarik muatan perkebunan.

Primadona Tokoh Dunia

Seiring pengoperasian jalur kereta api lintas Cibatu-Garut, kereta api yang melintas di jalur ini tidak lagi hanya membawa komoditas namun juga wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini. Saat itu Garut dikenal luas sebagai destinasi wisata dengan panorama indah yang dikelilingi oleh deretan pegunungan yang megah. Bahkan, kota yang dikelilingi oleh Gunung Cikuray, Gunung Sadakeling, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Haruman, dan Gunung Kaledong ini, kemudian dikenal dengan julukan Switzerland van Java. Wisatawan dari kalangan kolonial Belanda hingga tokoh dunia saat itu, berbondong-bondong mengunjungi Garut. Tidak terkecuali komedian Charlie Chaplin dan Perdana Menteri Perancis Georges Clemenceau.

Laporan kunjungan Charlie Chaplin ke Garut dimuat dalam surat kabar harian dan dikabarkan melalui sambungan telegram. Kabar ini pun segera merebak dan menjadi cerita dari mulut ke mulut masyarakat setempat bahkan hingga hari ini. Sebuah foto Charlie Chaplin di peron Stasiun Cibatu dan laporan perjalanan yang dimuat oleh sebuah majalah, menguatkan kesan bahwa komedian legendaris ini mengakses Garut dengan menggunakan kereta api.

Digandrunginya Garut sebagai destinasi wisata kala itu bukannya tanpa tujuan. Kondisi alam dan hamparan pemandangan yang menyejukkan mata di antara kaki-kaki gunung yang mengelilinginya, menjadi pemandangan langka yang tidak banyak dijumpai oleh pendatang dari Eropa saat itu. Di samping itu, jalur kereta api Cibatu-Garut juga melewati relief geografis yang membuat kagum wisatawan yang melintas. Tidak heran jika kemudian moda kereta api menjadi pilihan favorit masyarakat saat itu untuk mengakses kawasan wisata di Garut.

Mati Suri, Korban Dinamika Industri

Meski sempat menjadi primadona, masa kejayaan jalur kereta api Cibatu-Garut nyatanya tidak berlangsung lama. Sekitar 60 tahun setelah diresmikan, masyarakat Garut harus rela menyaksikan jalur kereta api kebanggaannya ini dinonaktifkan. Bukan tanpa sebab, jalur kereta api ini harus didudukkan di bangku cadangan dalam waktu yang cukup lama akibat tersaingi oleh masifnya pertumbuhan moda angkutan jalan yang semakin diminati oleh masyarakat. Peningkatan biaya operasional di tengah lesunya pemanfaatan jalur ini juga menjadi salah satu faktor mengapa jalur ini diputuskan untuk dinonaktifkan pada tahun 1983.

Dengan dinonaktifkannya jalur Cibatu-Garut, prasarana perkeretaapian yang terdapat di sepanjang jalur ini juga perlahan mengalami perubahan fungsi. Dipo lokomotif Cibatu yang sempat disibukkan oleh hilir mudik lokomotif uap, perlahan diturunkan statusnya menjadi sub-dipo hingga terakhir hanya menjadi pool lokomotif kereta api lokal. Beberapa bangunan dan halaman stasiun pun berubah fungsi menjadi tempat berkumpul organisasi masyarakat. Jalur-jalur rel pun tidak sedikit yang tertimpa bangunan warga. Pesona jalur kereta api ini pun sempat meredup.

Dibangkitkan untuk Menghidupkan

Terdorong oleh kebutuhan untuk mendukung Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KSPK) Garut, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) kemudian menggandeng operator dan Pemerintah Daerah untuk menghidupkan kembali jalur kereta api ini. Melalui, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2020, Pemerintah kemudian menugaskan PT KAI selaku operator untuk mengupayakan reaktivasi sekaligus menyelenggarakan prasarana di sepanjang jalur ini. Demi memastikan keamanan dan keselamatan operasional jalur ini nantinya, DJKA juga sudah melakukan pengujian dan safety assessment pada seluruh prasarana pada jalur ini. Hingga saat ini, keseluruhan rangkaian pengujian sudah dilakukan dan sudah dapat dioperasikan untuk melayani warga Garut.

Selain menyiapkan dukungan regulasi dan pengujian, DJKA juga tengah menyiapkan skema pembayaran subsidi PSO untuk mendukung operasional layanan kereta api pada jalur ini. Subsidi PSO ini diberikan untuk menstimulasi pertumbuhan penumpang dengan memberikan insentif berupa harga tiket yang terjangkau. Sehingga, kembali beroperasinya jalur kereta api Cibatu-Garut yang didukung dengan subsidi PSO ini diharapkan juga dapat mengurangi tingkat kemacetan di perkotaan, menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi, serta memberikan solusi transportasi yang efisien dan terjangkau.

Di samping itu, hal lain yang diupayakan oleh DJKA untuk menghidupkan kembali jalur ini adalah dengan membangun integrasi antarmoda di masing-masing stasiun di sepanjang jalur Cibatu-Garut. Integrasi antarmoda sejatinya merupakan salah satu prasayarat penting untuk memastikan keterjangkauan fasilitas angkutan moda perkeretaapian kepada masyarakat yang lebih luas. Dengan membangun integrasi antarmoda, masyarakat akan dimudahkan untuk menyambung perjalanan hingga mencapai tujuan. Meskipun demikian, DJKA tidak mampu membangun integrasi moda ini seorang diri. Oleh sebab itu DJKA terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah maupun operator dan stakeholder lainnya untuk memastikan terwujudnya intermodalitas dari dan ke stasiun-stasiun kereta api Cibatu-Garut demi mengoptimalkan potensi pariwisata.

Dukungan integrasi antarmoda ini juga diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Garut. Dalam beberapa kesempatan, Bupati Garut menyampaikan bahwa pihaknya akan menyediakan mobil wisata yang akan dijadikan moda transportasi lokal. Nantinya ketika wisatawan hadir berkunjung di Garut menggunakan kereta api, dapat meneruskan perjalanannya dengan menggunakan mobil yang disediakan di stasiun ini. Sehingga, reaktivasi jalur Cibatu-Garut yang didukung dengan adanya mobil wisata ini diharapkan mampu mempermudah akses bagi wisatawan menuju destinasi wisata di Garut dan sekitarnya, serta menumbuhkan tujuan wisata baru yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan pengembangan industri lokal.

Akhirnya Tiba, Kereta di Swiss van Java

Impian masyarakat Garut untuk memiliki kembali jalur kereta api aktif yang dilayani oleh perjalanan kereta api akhirnya terwujud dengan diresmikannya jalur kereta api lintas Cibatu-Garut pada Kamis (24/03). Sudah saatnya pesona jalur-jalur kereta api yang sempat menjadi primadona, kembali dinikmati oleh siapapun yang mengunjungi garut dengan menggunakan kereta api. Para wisatawan pun akan semakin mudah mengakses Garut; membawa harapan kebangkitan pariwisata di Swiss van Java.

Hanif Junisaf adalah lulusan sarjana Hubungan Internasional Universitas Indonesia dan merupakan pengamat bidang perkeretaapian. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @juneisup

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *