Balon Terbang Propaganda dari Korea Selatan yang Picu Amarah Kim Jong-un

0

Ilustrasi Kim Jong-un dan Moon Jae-in. Foto: FPCI UPH.

Di Semenanjung Korea, terletak dua kekuatan, Utara dan Selatan. Sepasang saudara dari nenek moyang yang sama, namun dipenuhi ketegangan sepanjang sejarah. Minggu lalu, ketidakharmonisan kembali meningkat, dengan Korea Utara yang memotong jalur komunikasi kedua negara. Tindakan ini menjadi sebuah sinyal “permusuhan” dari Korea Utara.

Setelah perang Korea berakhir tahun 1953, peperangan ‘psikologis’ menjadi senjata pilihan, seperti mengirim pamflet, menyiarkan pidato panjang melalui radio, dan menyiarkan propaganda dari pengeras suara di perbatasan. Kendati demikian, ada satu tindakan propaganda Korea Utara yang benar-benar membuat muak Kim Jong-un, pemimpin de facto Korea Utara.

Para aktivis dan pembelot Korea Utara di Korea Selatan baru-baru ini mengirimi balon berisi barang-barang seperti beras, obat-obatan, dan alkitab ke perbatasan. Balon mengambang, yang melewati salah satu perbatasan paling ketat di dunia ini, juga membawa selebaran propaganda anti-Korea Utara dengan menyebut Kim Jong-un sebagai “setan” yang akan bernasib tragis seperti Saddam Husein dari Irak dan Muammar El-Qaddafi dari Libya.

Kim Jong-Un menganggap tindakan ini sebagai ancaman besar, dan pemerintahnya menyebut propaganda ini sebagai “pemicu provokasi yang lebih parah dari tembakan senjata dan artileri.” Akibat dari tindakan ini lah, Korea Utara memotong seluruh jalur komunikasi dan menyatakan “kami telah mencapai kesimpulan bahwa tidak perlu duduk berhadapan dengan pihak berwenang Korea Selatan, dan tidak ada hal yang perlu untuk didiskusikan dengan mereka, karena mereka hanya membangkitkan kekecewaan kami.”

Yang membuat cerita soal propaganda ini semakin menarik adalah Pemerintah Korea Selatan justru mengambil tindakan mendukung pernyataan Korea Utara, dengan mengajukan peraturan yang melarang peluncuran balon, dan menggugat orang-orang yang terbukti sebagai pembelot Korea Utara. Bahkan, Yoh Sang-Key, juru bicara Kementerian Unifikasi Korea, mengklarifikasi posisi Selatan dengan mengatakan kepada wartawan bahwa kedua organisasi tertuduh melakukan penerbangan balon telah “menciptakan ketegangan antara Selatan dan Utara, dan membawa bahaya bagi kehidupan dan keselamatan warga (Korea Selatan) di daerah perbatasan. Korea Selatan tampaknya rela mempertahankan perdamaian yang rapuh dengan Korea Utara, meski dengan cara mengorbankan dukungan dari aktivisnya sendiri.

Terlepas dari tindakan pengkhianatan yang diklaim Korea Utara, beberapa pengamat percaya ketegangan ini bukan berasal dari balon propaganda, namun tekanan ini berhubungan dengan situasi krisis ekonomi yang dihadapi Pyongyang. Kegagalan diplomasi nuklir Korea Utara dengan Amerika Serikat yang mengakibatkan sanksi, ditambah wabah Covid-19, telah meningkatkan tekanan bagi Korea Utara dan telah menghentikan ‘ekonomi mandiri’ yang sedang dijalankan di Korea Utara. Tekanan ke Korea Selatan ini tampaknya menjadi upaya untuk mempercepat proyek-proyek ekonomi antar-Korea yang dapat membantu perekonomian Pyongyang.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *