Ilustrasi harga minyak yang jatuh dan serangan virus Corona. Foto: FPCI UPH.

Wabah Pandemik COVID-19 (Virus Corona) yang sedang terjadi di berbagai negara dunia semakin memperburuk situasi pasar global dari kondisinya yang sebenarnya sudah mengkhawatiran. Seperti beberapa minggu ini, dengan permintaan minyak mentah menunjukkan perlambatan yang signifikan, Pemerintah Arab Saudi pun mengumumkan penurunan harga minyak pada hari Minggu, 8 Maret 2020. Harga minyak mengalami penurunan sebesar 31 persen. Penurunan ini merupakan penurunan satu waktu paling tajam sejak Perang Teluk 1991. Langkah besar ini dilakukan akibat gagalnya produsen minyak dunia, Rusia dan negara-negara OPEC, mencapai kesepakatan untuk memperpanjang masa pengurangan produksi. Kesepakatan yang gagal dicapai tersebut sebenarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak, sebagai respons atas penurunan permintaan global yang disebabkan oleh COVID-19. Harga minyak mentah Brent, patokan global, turun dari harga yang sebelumnya di kisaran hampir USD 50 per barel, menjadi di bawah USD 32. Fenomena ini pun disebut oleh para pengamat sebagai “Black Monday”, merujuk pada “Black Friday”, hari yang dirayakan oleh pedagang di Amerika Serikat dengan memberi diskon besar-besaran pada barang yang dijualnya.

Menolak kesepakatan yang diusulkan, Rusia mengklaim bahwa gagasan untuk secara signifikan memangkas pasokan tidak ada hubungannya dengan menjaga stabilitas harga, melainkan sebuah usaha dari Arab Saudi untuk membuka ruang pasokan lebih banyak kepada pesaing mereka, Amerika Serikat. Secara mengejutkan dalam menanggapi hal tersebut, Arab Saudi sebagai pemimpin kartel di OPEC mengambil keputusan untuk secara besar-besaran meningkatkan produksi sebesar ratusan ribu barel tambahan per hari, dan menawarkan potongan harga yang tajam untuk kilang minyak di seluruh dunia. Deklarasi perang harga implisit ini memberikan tekanan dan kekhawatiran yang tiba-tiba kepada eksportir minyak global termasuk Amerika Serikat sebagai salah satu pemain terbesar di pasar minyak global. Indeks keuangan Amerika Serikat turun 7%, dengan penurunan serupa terjadi di seluruh Eropa dan Asia.

Situasi ini menyebabkan rantai pasokan amat terganggu. Investor yang khawatir pun memilh lari ke obligasi, dan saham di seluruh dunia mengalami hari terburuk sejak era krisis keuangan satu dekade yang lalu. Dengan implikasi dari wabah virus dan kebuntuan minyak yang digabungkan, jelas kondisi sedemikian rupa akan membawa dunia ke resesi global yang tak terhindarkan.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *