Ilustrasi Trump vs TikTok. Foto: FPCI UPH.

Belakangan ini, TikTok semakin tenar, terutama akibat karantina yang terjadi hampir di seluruh dunia. Setelah beberapa kali berjuang melawan peretasan yang diduga didukung oleh Pemerintah Tiongkok, seperti kasus pelanggaran data 4 juta pekerja federal tahun 2015, Amerika Serikat kini memiliki kekhawatiran baru atas akses pemerintah Tiongkok ke data pribadi pengguna TikTok.

TikTok menegaskan bahwa data tersebut aman dan terjamin di Amerika Serikat. Meski demikian, kabar tidak menyenangkan bagi komunitas TikTok muncul, setelah Trump menyatakan akan melarang aplikasi asal Tiongkok ini pada 15 September.

Trump, sebagai seorang presiden negara yang menyumbang 30 persen pengguna TikTok, menggunakan kewenangan kepresidenannya untuk apa yang diklaimnya sebagai melindungi keamanan nasional. Setelah beberapa pembicaraan tentang masalah ini, Trump memutuskan untuk menawarkan ‘penjualan paksa’ sebagai alternatif dari pelarangan tersebut, yakni memberi TikTok 45 hari untuk mencari kesepakatan dengan salah satu perusahaan asal Amerika Serikat. Microsoft merupakan salah satu perusahaan yang tertarik.

“Permasalahan TikTok ini sama seperti pemilik tanah dan penyewa. Tanpa pemilik tanah, penyewa tak punya apa-apa. Jadi mereka perlu membayar apa yang disebut ‘uang kunci’ , atau membayar sesuatu,” ujar Trump. Tampaknya, Trump begitu yakin bahwa Amerika Serikat harus mendapatkan sebagian dari TikTok. Padahal, CEO ByteDance menduga bahwa tujuan sebenarnya Trump adalah agar TikTok menghilang sepenuhnya.

Sebagai tanggapan, Tiongkok menuduh Amerika Serikat melakukan ‘intimidasi langsung’ setelah ancaman larangan. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengklaim Amerika Serikat telah menyalahgunakan konsep keamanan nasional dan kekuatan negaranya untuk menekan perusahaan teknologi Tiongkok secara tidak adil. Pemimpin redaksi surat kabar Global Times menyebut langkah Amerika Serikat sebagai “perampokan blak-blakan” dan menuduh Trump “mengubah Amerika yang dulu hebat menjadi negara nakal.”

Selain perselisihan yang tak kunjung usai terkait tudingan manipulasi politik kedua negara, #SaveTikTok sontak mulai menjadi trending di aplikasi menyusul langkah Trump. Platform yang kuat ini memungkinkan beragam ekspresi politik. Mungkinkah TikTok adalah pemain baru dalam pemilihan presiden AS yang akan datang?

Jika iya, apakah mungkin itu alasan lain dari Trump melarang TikTok?

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *