Warung, Gramsci, dan Counter Hegemony Terhadap Narasi Global Penguatan UMKM

0

Ilustrasi warung di Indonesia. Foto: Xendit

Seiring dengan pelaksanaan KTT G20 2022 di Indonesia, semua mata di seluruh dunia tertuju pada Bali dan berbagai rangkaian diplomasi dan negosiasi di dalamnya. Diplomat dan pemimpin negara terbang ke Bali untuk berkumpul dan berbincang soal tantangan-tantangan global, terutama ekonomi. Tidak terlepas dalam pembahasan ekonomi global ini adalah pembicaraan mengenai penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Namun, apakah benar bahwa langkah yang mereka ambil dapat menguatkan UMKM secara global? Atau apakah kita selama ini meninjaunya dengan kurang kritis? 

Terkait dengan hal ini, penulis melihat bahwa sistem keuangan yang terglobalisasi dan terintegrasi hari ini sejatinya menyulitkan aktor ekonomi, khususnya pelaku bisnis kecil atau UMKM, untuk tumbuh. Penulis berargumen bahwa hegemoni sistem internasional melalui sistem keuangan global dan narasi global penguatan UMKM tengah mendapat counter hegemony dari para pelaku UMKM, meski belum dapat dibilang dapat merubah status quo.

Pemikiran Gramsci

Antonio Francesco Gramsci adalah seorang figur politik dan filsuf asal Italia yang hidup di antara 1891 dan 1937. Gramsci adalah seorang filsuf, politisi, jurnalis, dan juga anggota pendiri dari Partai Komunis Italia yang dihukum penjara 20 tahun sejak 1926 oleh pemerintahan fasis Benito Mussolini. Gramsci tidak memenuhi masa penjaranya karena pada tahun 1937 kesehatannya menurun hingga kemudian wafat. 

Sepanjang masa tahanannya, Gramsci menuliskan banyak pemikirannya dalam berbagai catatan. Catatan-catatan tersebut akhirnya dikumpulkan dan diterjemahkan ke dalam sebuah kumpulan esai berjudul “Prison Notebooks” yang diselundupkan dari penjara Italia di tahun 1935. Pada 1980, pemikiran Gramsci mengemuka dan akhirnya masuk ke dalam diskursus teori kritis dan politik sebagai bagian dari pemikiran neo-marxisme.

Pemikiran Gramsci yang paling berpengaruh dan dipakai oleh banyak peneliti adalah konsep hegemoni dan counter hegemony (Gramsci, 2011). Secara umum konsep ini banyak dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis struktur budaya dan ide yang menyebabkan langgengnya dominasi kaum borjuis yang kaya dan berpengaruh terhadap kaum proletar yang lemah dan dilemahkan. Dua konsep ini menjadi pisau analisis dari fenomena UMKM global ini.

Konsep Hegemoni Antonio Gramsci

Konsep hegemoni adalah hallmark dari pemikiran Antonio Gramsci yang merupakan ekstensi dari critical theory dan neo-marxisme. Konsep ini menyatakan bahwa terdapat sebuah dominasi kekuasaan yang konsensual antara penguasa dan yang dikuasai. Dominasi ini langgeng karena bersifat konsensual, artinya adalah terdapat kemauan dan kesediaan dari semua pihak (yang mendominasi dan yang didominasi) untuk mempertahankan status quo

Kaum borjuis (dominan) memanipulasi simbol dan nilai sehingga mereka bisa mempertahankan kontrol psikologis dan posisinya yang dominan di masyarakat, dan dengan demikian dimulailah cultural hegemony (Cox dan Schilthuis, 2012). Konsep hegemoni ini banyak dipakai untuk menjawab dan meneliti berbagai fenomena tidak hanya di lingkup fenomena hubungan internasional namun juga hal lainnya seperti budaya, konsep, hingga teori akademik (Billings, 1990; Arora, 2009; Chong, 2010).

Dalam mendapatkan status hegemoni, Gramsci mengatakan bahwa akan terjadi sebuah war of position yang dilakukan oleh masyarakat sipil (Ramos Jr., 1982). War of position ini akan dilakukan oleh masyarakat sipil ketika terdapat sebuah kesadaran kelas, dan mereka mencoba untuk membangun sebuah kepemimpinan yang bertujuan untuk mendapatkan loyalitas (win over) kelas sosial yang lain. Peran ini akan melawan hegemoni yang menjadi status quo dalam tiga level dasar masyarakat: ekonomi, politik, dan budaya.

Counter Hegemony dan Organic Intellectuals

Gramsci (1995) mengatakan bahwa ketika hegemoni muncul dan bertahan, maka akan muncul juga gerakan counter hegemony yang memiliki tujuan untuk menggantikan hegemoni dan dengan demikian mengubah status quo. Gerakan counter hegemony ini berupaya untuk menggulingkan status quo dengan cara memberikan nilai dan budaya alternatif melalui war of position yang telah dijelaskan sebelumnya. 

Bagi Gramsci, semua orang adalah filsuf dan pemikir yang bebas. Artinya, semua orang dapat memahami dan mendefinisikan ulang tentang lingkungan dan konstelasi realitas (lebih spesifiknya ekonomi dan sosial) sehingga orang-orang dari kelas pekerja dapat menggugat hegemoni yang langgeng sekarang. Dalam analisis ini, penulis akan menggunakan apa yang Cox dan Schilthuis (2012) sebut sebagai second strand dari counter hegemony, yaitu gerakan masyarakat sipil dalam lingkup global. 

Gerakan ini bertujuan untuk menciptakan alternatif dari neoliberalisme dengan menggunakan nilai-nilai dari ideologi sayap kiri. Strand ini menekankan pentingnya penggunaan institusi pemerintahan global untuk dapat mewujudkan penegakan HAM dan melawan kesempitan dari negara tradisional. Konsep glocal (global and local) menjadi penting pula dalam diskursus second strand karena dia melihat bahwa permasalahan di dunia harus dilihat dalam konteks global dan konteks lokal untuk kemudian diciptakan sebuah keselarasan.

Khususnya, counter hegemony akan dilakukan oleh apa yang disebut oleh Gramsci (1967) sebagai organic intellectuals. Menurut Gramsci, Intellectuals di sini adalah sebuah grup agen sosial yang luas dan terdiri tidak hanya dari peneliti namun juga functionaries (birokrat, administrator, manajer industri, politisi) yang memiliki fungsi teknis dan fungsi pengarahan di masyarakat. Pembagian ini diperjelas oleh Ramos Jr. (1982) yang mengklasifikasikan intellectuals ke dalam dua dimensi:

  1. Dimensi vertikal: (1) “spesialis” yaitu mereka yang mengatur sistem kapitalisme seperti manajer industri dan mandor; (2) “directors” yaitu mereka yang mengatur masyarakat secara keseluruhan;
  2. Dimensi horizontal: (1) “traditional intellectuals” yaitu intellectual yang tidak merasa dirinya terikat dengan struktur ekonomi dan sistem kelas manapun; (2) “organic intellectuals” yaitu intellectual yang terhubung dengan dan terpengaruh langsung oleh struktur ekonomi atau masyarakatnya, karena semua grup sosial yang berdiri karena peran yang mereka mainkan di sistem ekonomi akan menciptakan organic intellectual-nya sendiri (Cammett, 1967).

UMKM dan Counter Hegemony Sistem Keuangan Global

Globalisasi menjadi ciri dan realitas dari sistem internasional hari ini. Istilah globalisasi mulai menjadi mainstream memasuki dekade 1980-an. Menurut IMF (2008), globalisasi mengacu pada integrasi sistem perekonomian di seluruh dunia khususnya pada arus pergerakan barang, jasa, dan modal. Peneliti dan praktisi banyak yang memiliki pendapat yang berbeda terhadap Implikasi dari semakin meningkatnya arus modal dan keuangan lintas batas negara ini.

Sebagian mengatakan bahwa globalisasi dan meningkatnya integrasi ekonomi membawa dampak baik bagi perekonomian global dan regional (Erixon, 2018; Manolică dan Roman, 2012). Sebagian yang lain mengatakan bahwa globalisasi membawa lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif khususnya dalam konteks perekonomian (Heriansyah, 2014; Lee dan Vivarelli, 2006).

Menurut Litonjua (2008) konsep globalisasi dilihat secara radikal sebagai sebuah konsep yang lahir dari doktrin neoliberalisme untuk menyebarkan sistem perekonomian kapitalisme. Wikan (2016) melalui tulisannya mencoba untuk mengkritisi dan menyatakan bahwa globalisasi hadir bukan sebagai produk dan ekstensi dari kapitalisme oleh neoliberal, namun sebagai alat praktis bagi negara-negara kuat khususnya Inggris (era Thatcher) dan Amerika Serikat (era Ronald Reagan) untuk memperkuat perekonomian domestik dan menggunakan diskursus hegemoni melalui IMF.

Dalam konteks tulisan ini, terdapat banyak diskursus yang dilakukan oleh banyak aktor negara dan non-negara, yakni sebuah urgensi untuk memperkuat bisnis kecil atau UMKM di seluruh dunia untuk menciptakan sebuah economic resilience atau ketangguhan ekonomi dan juga pencapaian nilai SDG (Hasanah dan Sriminarti, 2018; Andriati dan Kamello, 2018; UNDESA, 2020). Hal ini sejalan dengan bagaimana UMKM dilihat oleh badan internasional, peneliti, dan pemerintah sebagai elemen penting dalam perekonomian nasional (Arifin dkk, 2021). 

Di Indonesia sendiri misalnya, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (2015) menyatakan bahwa UMKM di Indonesia memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 97% dari total tenaga kerja nasional dan UMKM menyumbang 57% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Bank Dunia menyatakan bahwa UMKM menjadi sangat penting khususnya untuk negara-negara berkembang. UMKM menjadi 90% dari jumlah bisnis dunia dan menyumbang terhadap 50% pekerjaan seluruh dunia. 

Permasalahan muncul ketika UMKM sulit untuk mendapatkan akses terhadap pendanaan dan kemampuan teknis seperti teknologi, keahlian, dan lainnya. Parry (2016) menyatakan bahwa perkembangan UMKM dipengaruhi secara hebat oleh sistem neoliberal khususnya pada perekonomian yang sudah terglobalisasi. Hal ini memicu sulitnya UMKM mendapatkan arus modal akibat standar perolehan modal dan juga persaingan yang mencakup tidak hanya lingkup nasional namun juga lingkup regional dan global.

Penulis menganggap bahwa realitas demikian, yakni adanya perekonomian global yang terintegrasi dan efek dari kapitalisme yang menyulitkan perkembangan UMKM di seluruh dunia, dapat disebut sebagai hegemoni Gramscian. Dengan demikian, penulis ingin mencoba untuk mengelaborasikan bagaimana hegemoni ini dicoba untuk diganti melalui war of position oleh berbagai organic intellectual dalam counter hegemony

Berdirinya berbagai institusi keuangan internasional dan juga perluasannya ke level regional dan nasional merupakan sebuah pedang bermata dua bagi perekonomian nasional. Di satu sisi, betul bahwa negara memiliki lebih banyak akses terhadap keuangan internasional yang dapat membantu sistem perbankan dan lembaga pinjaman nasional untuk dapat memperoleh modal dari berbagai stakeholder

Di sisi lain, adanya aliran modal lintas batas negara ini tidak memiliki signifikansi seperti yang diharapkan terhadap perkembangan UMKM di seluruh dunia. Laporan dari International Finance Corporation (2017) menyatakan bahwa kebutuhan pendanaan UMKM di negara-negara berkembang memiliki sebuah gap sebesar 5,2 triliun dolar AS. Angka ini diproyeksi akan bertambah dengan potensi peningkatan kebutuhan keuangan sebesar 2,9 triliun dolar AS di masa depan. Terakhir, laporan ini menyatakan bahwa terdapat sekitar 65 juta UMKM (40% dari total UMKM di 128 negara yang diteliti) memiliki masalah pendanaan dan permodalan.

Hegemoni Gramscian dalam konteks keuangan dan UMKM ini mengacu pada bagaimana sistem keuangan internasional memaksa UMKM, atau aktor lain yang menyediakan modal kepada UMKM seperti bank nasional, untuk patuh kepada standar keuangan internasional. Kontrol kapital yang semakin ketat, dengan demikian, menyulitkan pertumbuhan ekonomi makro dan mikro, dalam hal ini pemberdayaan UMKM (Blundell-Wignall dan Roulet, 2014). Hegemoni ini memenangkan war of position nya dengan mendorong globalisasi dan integrasi perekonomian skala global, integrasi ini menciptakan sebuah standarisasi yang mengikuti kepentingan dan nilai dari perekonomian Barat yang mendorong sistem neoliberal. 

Penulis menganggap bahwa hegemoni ini dahulu adalah bentuk counter hegemony terhadap sistem perekonomian nasionalis dan proteksionis, ketika terdapat organic intellectual yang terdiri dari aktor peneliti dan functionaries yang memperjuangkan nilai-nilai globalis dan integrasi global menggunakan diskursus akademis dan alat yang lebih praktikal seperti pemanfaatan institusi internasional dan pengaruh politik dan budaya. 

Hegemoni keuangan ini menjadi konsensual di antara aktor yang mendominasi (sistem keuangan global dan nasional) dan aktor yang terdominasi (UMKM dan pelaku bisnis kecil) karena mereka mengacu dan tunduk pada standar keuangan yang sudah ditanamkan baik secara legal melalui undang-undang maupun secara psikologis. Aktor UMKM tidak melakukan sebuah revolusi kelas pekerja (dalam istilah Marxis) karena mereka secara sadar mengikuti standar kontrol kapital yang diterapkan oleh lembaga keuangan nasional, dan standar tersebut juga mengikuti apa yang dibuat oleh standar internasional. 

Hegemoni ini dilanggengkan oleh sistem keuangan internasional dengan budaya dan nilai “kompetisi” dan “peningkatan kualitas” yang memaksa UMKM untuk terus berkembang dan memenuhi standar kontrol kapital. Hal ini yang kemudian memperluas kesenjangan karena hanya UMKM yang memiliki modal lah yang mampu untuk berkembang, sehingga UMKM yang tidak memiliki banyak modal tidak punya banyak pilihan selain menggunakan sedikit modal yang ada hanya untuk menjalankan bisnis hari-ke-hari.

Terakhir, penulis menyatakan bahwa terdapat upaya counter hegemony yang dilakukan oleh berbagai organic intellectual untuk menggugat sistem keuangan global hari ini. Organic intellectual yang penulis maksud di sini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdiri dari peneliti dan pembuat kebijakan lainnya yang menyadari urgensi untuk mempermudah akses kredit dan modal untuk UMKM. UMKM dewasa ini telah diakui oleh sistem internasional sebagai backbone dari perekonomian negara dan dunia, khususnya bagi negara-negara berkembang. 

Namun, hegemoni keuangan internasional yang ketat masih mencengkram. War of position dilakukan melalui berbagai platform dan media, dan salah satu yang paling krusial adalah momentum kerjasama multilateral KTT G-20. Diskursus penguatan UMKM didorong dan digagas oleh aktor level grassroot yang resah, dan mereka mendorong budaya atau nilai alternatif kepada sistem keuangan internasional, yaitu perekonomian yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan lebih mendorong favourism terhadap pelaku bisnis kecil.

Apa Selanjutnya Untuk Pemberdayaan UMKM?

Penulis menyimpulkan bahwa literatur tentang analisis Gramscian terkait  dengan perkembangan perekonomian masih harus diperbanyak. Diskursus globalisasi tidak boleh hanya dikuasai oleh pemikiran dan framework dari Barat saja, tetapi negara-negara berkembang harus mampu untuk mempengaruhi diskursus dan menciptakan jalannya sendiri. 

Analisis Gramscian ini masih memiliki banyak kekurangan, tetapi dengan lebih banyak data dan perkembangan terkait pemberdayaan UMKM, kita mungkin dapat melihat hegemoni baru dalam nafas pasca-globalisasi yang dapat menciptakan realitas keuangan dan perekonomian yang lebih inklusif dan dapat mensejahterakan lebih banyak orang dan aktor di seluruh dunia. Dunia kini masuk ke dalam era pasca-pandemi ditandai dengan kebangkitan ekonomi menjadi diskursus sentral dalam semua kajian dan pembuatan kebijakan negara-negara dunia. 

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk dapat terus memperjuangkan narasi yang mendorong kesejahteraan dari banyak masyarakat. Narasi counter hegemony penguatan UMKM dalam skala global ini mungkin adalah salah satu yang bisa kita perhatikan dan advokasikan.

Aktor perekonomian yaitu organic intellectual harus mampu untuk mendorong war of position untuk menggantikan hegemoni lama yang dapat dianggap sebagai menyulitkan dan menindas aktor usaha kecil. Narasi penguatan UMKM global adalah narasi yang menguntungkan semua pihak, sehingga pemerintah dalam hal ini harus mendorong pemanfaatan sistem global governance dan institusi global dengan tujuan memfasilitasi gerakan organic intellectual

Platform multilateral seperti KTT G-20 dapat menjadi momentum yang baik bagi organic intellectual di seluruh dunia untuk dapat mendorong terciptanya sistem keuangan yang lebih inklusif dan dapat mengakomodasi kepentingan UMKM, semua dalam rangka menciptakan economic resilience untuk dapat bangkit dari pandemi COVID-19 dan mencegah atau meredam shocks dari kejadian luar biasa yang mungkin terjadi di masa depan.

Referensi

Andriati, S. L., & Kamello, T. (2018). Empowerment of small and medium (SMEs) enterprises through the provision of credit with the guarantee of movable objects. E3S Web of Conferences, 52, 00047. https://doi.org/10.1051/e3sconf/20185200047.

Arifin, R., Ningsih, A. A. T., & Putri, A. K. (2021). THE IMPORTANT ROLE OF MSMEs IN IMPROVING THE ECONOMY. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, 24(6), 52–59.https://seajbel.com/wp-content/uploads/2021/10/SEAJBEL24.ISU-6-883.pdf 

Arora, R. U. (2009). GLOBALIZATION AND STAGES OF DEVELOPMENT: AN EXPLORATORY ANALYSIS. Review of Urban &Amp; Regional Development Studies, 21(2–3), 124–142. https://doi.org/10.1111/j.1467-940x.2010.00164.x

Billings, D. B. (1990). Religion as Opposition: A Gramscian Analysis. American Journal of Sociology, 96(1), 1–31. https://doi.org/10.1086/229491 

Blundell-Wignall, A., & Roulet, C. (2014). Problems in the international financial system. OECD Journal: Financial Market Trends, 2014(1), 99–121. https://doi.org/10.1787/fmt-2014-5jxzmkg91s0t 

Chong, A. (2010). Southeast Asia: Theory between modernization and tradition? In A. Acharya & B. Buzan (Eds.), Non-Western International Relations Theory: Perspectives on and beyond Asia (pp. 117–147). Routledge.

Cox, R. H., & Schilthuis, A. (2012). Hegemony and Counterhegemony. The Wiley-Blackwell Encyclopedia of Globalization. https://doi.org/10.1002/9780470670590.wbeog265 

Erixon, F. E. (2018). The Economic Benefits of Globalization for Business and Consumers. European Centre for International Political Economy. https://ecipe.org/publications/the-economic-benefits-of-globalization-for-business-and-consumers/ 

Gramsci, A. (1970). Rare Antonio Gramsci / The Modern Prince and Other Writings 1970 – NY: International Publishers, 1970. Generic.

Gramsci, A. (1995). Antonio Gramsci: Further Selections from the Prison Notebooks. Lawrence & Wishart.

Gramsci, A., Buttigieg, J. A., & Callari, A. (2011). Prison Notebooks. Amsterdam University Press.

Hasanah, & Sriminarti, N. (2019). The Woman Empowerment Model through Entrepreneurship in Depok and Bogor. Proceedings of the 3rd International Conference on Accounting, Management and Economics 2018 (ICAME 2018). https://doi.org/10.2991/icame-18.2019.11

Hendra Heriansyah. (2014). The Impacts of Internationalization and Globalization on Educational Context. Journal of Education and Learning. Vol. 8(2), pp. 164-170.

International Energy Agency, International Renewable Energy Agency, & UN Climate Change High-Level Champions. (2022). The Breakthrough Agenda Report 2022: Accelerating Sector Transitions Through Stronger International Collaboration. IEA Publications. https://climatechampions.unfccc.int/wp-content/uploads/2022/09/THE-BREAKTHROUGH-AGENDA-REPORT-2022.pdf 

International Finance Corporation. (2017). MSME FINANCE GAP: Assessment of the Shortfalls and Opportunities in Financing  Micro, Small and Medium Enterprises in Emerging Markets. https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/03522e90-a13d-4a02-87cd-9ee9a297b311/121264-WP-PUBLIC-MSMEReportFINAL.pdf?MOD=AJPERES&CVID=m5SwAQA 

International Monetary Fund. (2008). Globalization: A Brief Overview. IMF. https://www.imf.org/external/np/exr/ib/2008/053008.html 

Lee, E., & Vivarelli, M. (2006, January). The Social Impact of Globalization in the Developing Countries. Institute for the Study of Labor. https://repec.iza.org/dp1925.pdf

Litonjua, M. D. (2008), ‘The Socio-Political Construction of Globalization’, International Review of Modern Sociology, 34(2), pp. 253-278.

LPPI & Bank Indonesia. (2015). PROFIL BISNIS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM). Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia. https://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/Documents/Profil%20Bisnis%20UMKM.pdf 

M, C. J. (1967). Antonio Gramsci and the Origins of Italian Communism (First edition). Stanford University Press.

Manolicã, A., & Roman, T. (n.d.). Globalisation–Advantages and Disadvantages from the Perspective of the Manufacture. CES Working Papers. http://hdl.handle.net/10419/198214 

Parry, S. N. (2016). The influence of neoliberal economics on small business accounting research: A critical evaluation of agendas and methodologies. International Small Business Journal: Researching Entrepreneurship, 34(8), 1076–1097. https://doi.org/10.1177/0266242615600508

Ramos Jr., V. (1982). The Concepts of Ideology, Hegemony, and Organic Intellectuals in Gramsci’s Marxism (P. Saba, Ed.). https://www.marxists.org/history/erol/periodicals/theoretical-review/1982301.htm

SME Finance: Development news, research, data. (n.d.). World Bank. https://www.worldbank.org/en/topic/smefinance 

Sobir, R. (2020). Micro-, Small and Medium-sized Enterprises (MSMEs) and their role in achieving the Sustainable Development Goals (SDGs). In sdgs.un.org. United Nations DESA. https://sdgs.un.org/sites/default/files/2020-07/MSMEs_and_SDGs.pdf

Wikan, V. S. (2015, May 21). What Is ‘Neoliberalism’, and How Does It Relate to Globalization? E-International Relations. https://www.e-ir.info/2015/03/21/what-is-neoliberalism-and-how-does-it-relate-to-globalization/ 

Zoltan Shaquille Pranasyah Jenie merupakan mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @zoltanjenie

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *