WHO dan Multilateralisme Pasca COVID-19

0

Ilustrasi bendera WHO berkibar. Foto: Wikimedia Commons

Krisis global bukanlah anomali dalam sejarah baru-baru ini dan lembaga multilateral umumnya muncul lebih kuat setelahnya. Krisis COVID-19 menunjukkan bahwa sistem global saat ini belum dapat menemukan solusi atau membangun titik temu melawan pandemi. Di satu sisi, nasionalisme sedang bangkit yang mana negara-negara telah berbalik untuk menghadapi pandemi; menutup perbatasan dan menegaskan kedaulatan mereka. Pada sisi lain, terdapat pengakuan bahwa masalah transnasional seperti pandemi memerlukan solusi dengan menghidupkan kembali tata kelola global (Jayaram, 2020). 

Banyak praktisi menyimpulkan bahwa multilateralisme telah gagal dan mengaitkannya langsung dengan krisis global kontemporer seperti pandemi (Narlikar, 2020; Patrick, 2020; Phuangketkeow, 2020). Namun, Aydin (2020) mengungkapkan bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan hal itu atau menganggap tidak ada solusi permasalahan. Sebaliknya, kita harus berhati-hati dalam mengumumkan kegagalan sistem internasional. Penulis sependapat dengan Aydin karena meskipun negara mengisolasikan dirinya, tetapi pada hakikatnya negara tidak dapat sepenuhnya meninggalkan semangat multilateralisme. COVID-19 telah menyebar begitu cepat dari Wuhan ke seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa dunia yang kita tinggali saling berhubungan sehingga tantangan yang dihadapi juga membutuhkan tanggapan multilateral yang diwujudkan melalui organisasi World Health Organization (WHO). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Apakah multilateralisme melalui WHO bisa menjadi solusi terbaik dalam menangani permasalahan global pasca pandemi?

Untuk menganalisis permasalahan ini, penulis meninjau literatur yang berkaitan dengan multilateralisme dalam mengembangkan landasan untuk menganalisis pentingnya kerja sama internasional selama pandemi. Salah satunya melalui perspektif liberalisme institusional. Menurut pandangan liberalisme institusional, institusi internasional merupakan instrumen yang terpenting untuk menolong memajukan kerja sama internasional di antara negara-negara. Paham ini mengajarkan bahwa institusi berperan menyediakan aliran informasi dan kesempatan bernegosiasi, meningkatkan kemampuan pemerintah dalam memonitor kekuatan lain, dan mengimplementasikannya ke dalam sebuah kesepakatan (Ikbar, 2014). Oleh karena itu, kerja sama dapat membantu mengurangi ketidakpercayaan antarnegara. Meskipun pandemi COVID-19 menjadi tantangan tersendiri bagi perspektif liberalisme institusional akibat kecenderungan negara yang mengambil langkah-langkah yang proteksionis, tetapi perspektif ini menawarkan solusi yang efektif dalam penanganan pandemi COVID-19, yakni dengan mengedepankan multilateralisme melalui kerja sama internasional.

Artikel ini mengemukakan argumen bahwa pandemi COVID-19 membuka kesempatan untuk menghidupkan kembali multilateralisme yang mungkin dianggap telah gagal oleh negara dalam menangani pandemi COVID-19. Dengan kehadiran institusi internasional seperti WHO membawa peluang bagi negara-negara untuk menjadi lebih terintegrasi dan saling bekerja sama dalam menangani permasalahan pasca pandemi. Lebih lanjut, penulis membagi esai ini menjadi dua bagian utama. Pertama, penulis akan menganalisis mengenai pentingnya kerja sama multilateral melalui institusi internasional dalam menangani pandemi. Penulis juga memberikan sedikit gambaran yang menunjukkan bahwa multilateralisme diperlukan dalam tatanan global. Kedua, penulis menganalisis peranan WHO dalam menangani pandemi baik sebelum maupun sesudah pandemi ditinjau dari perspektif liberalisme institusional dan dilanjutkan dengan kesimpulan.

Kazuto Suzuki (Profesor Politik Internasional, School of Public Policy, Universitas Hokkaido, Jepang) mengatakan melalui wawancara yang dipublikasikan di www.tehrantimes.com bahwa tatanan dunia post-corona akan menjadi salah satu transisi tatanan baru. Hal ini dimulai dari ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok di tengah pandemi sehingga menyulitkan kolaborasi internasional yang mana solidaritas antarnegara dan peran institusi internasional sedang diuji terutama dalam memulihkan krisis kesehatan global (Mawardin, 2020).

WHO sebagai institusi kesehatan global PBB pun menuai kritikan dengan dicurigai lebih pro kepada Tiongkok. Hal ini diperburuk dengan individualisme AS yang terlihat dari penghentian pendanaan untuk WHO pada 15 April 2020 lalu (Mawardin, 2020) ketika peran kepemimpinan global sangat diharapkan dari AS. Padahal, isu global seperti COVID-19 ini membutuhkan solusi global dan tindakan kolektif seperti yang diidentifikasikan dalam multilateralisme. 

Tiga bulan setelah krisis kesehatan global, ekonomi dunia diperkirakan akan kehilangan setidaknya US$1 triliun pada tahun 2020. Dunia merespons dengan cepat di mana negara-negara, melalui organisasi internasional atau dipandu oleh solidaritas multilateral, menyerukan konferensi untuk menyediakan dana dalam mengembangkan dan menyebarkan vaksin melawan COVID-19. Dunia tampaknya telah memahami bahwa pandemi hanya dapat diatasi dengan tanggapan internasional yang kuat dan terkoordinasi, serta menunjukkan kesediaan untuk mengejar solidaritas (Tefera et al., 2020). Kebutuhan akan multilateralisme telah kembali menjadi pusat perhatian melalui pandemi. Fokusnya bukan hanya pada kegagalan multilateralisme dalam menangani pandemi, tetapi juga pada kebutuhan untuk memperkuat fundamentalnya karena kerja sama internasional adalah satu-satunya cara untuk menahan penyebaran COVID-19 dan merevitalisasi berbagai aspek kehidupan (Jayaram, 2020). 

Survei yang dilakukan oleh Pew Research Center pada sebelum dan selama pandemi menunjukkan masih adanya dukungan luas untuk multilateralisme. Sebuah sampel yang terdiri dari 14.276 orang dewasa berdasarkan survei perwakilan nasional di 14 negara selama musim panas tahun 2020 (10 Juni – 3 Agustus 2020) sangat menghargai prinsip multilateralisme dan lembaga internasional. Hasil survei juga menunjukkan bahwa responden memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kerja sama internasional untuk menyelesaikan masalah global seperti pandemi COVID-19 (Hicken et al., 2021). Dari hasil survei tersebut, mayoritas responden setuju bahwa kerja sama internasional lebih efektif dalam merespons COVID-19.

WHO telah menjadi sorotan sejak awal kemunculan pandemi COVID-19.  Ketika virus tersebut ditemukan di Tiongkok, muncul tuduhan bahwa Tiongkok tidak beroperasi secara transparan dan WHO tidak menyelidiki dengan baik.  Dengan mempertanyakan kredibilitas WHO, hal ini memicu perdebatan baru tentang efisiensi, legitimasi, dan keberlanjutan dari organisasi internasional. Meskipun mengkritik efisiensi organisasi internasional adalah hal yang valid, tetapi harus dikontekstualisasikan dalam analisis krisis modern (Aydin, 2020). Penulis menilai bahwa kegagalan WHO dalam menangani pandemi COVID-19 tidak terlepas dari peranan AS. Sesuai dengan Hicken et., al (2021) yang menyatakan bahwa kegagalan penanganan pandemi COVID-19 sebagian besar disebabkan oleh pengunduran diri kepemimpinan AS.

Ditinjau dari perspektif liberalisme institusionalis, WHO mempunyai peranan penting baik selama pandemi maupun dalam pemulihan pasca pandemi. Hal ini dapat dilihat dalam lima pilar penting WHO di antaranya (UN News, 2020): Pilar pertama, membantu negara-negara untuk bersiap dan merespons. WHO telah mengeluarkan Strategic Preparedness and Response Plan COVID-19 untuk mengidentifikasi tindakan utama yang perlu diambil negara dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Kedua, memberikan dan memastikan informasi yang akurat. WHO menghasilkan panduan yang akurat dan berguna yang mencakup sekitar 50 nasihat teknis untuk publik, pekerja kesehatan, dan negara. WHO membentuk tim khusus untuk memberikan data dan informasi terbaru dan bekerja sama dengan banyak perusahaan media sosial dan teknologi untuk membantu arus informasi melalui berbagai platform.

Ketiga, memastikan pasokan vital mencapai petugas kesehatan garis depan. Sejauh ini, WHO telah mengirimkan lebih dari dua juta item alat pelindung diri ke 133 negara bekerja sama dengan organisasi internasional lainnya. Keempat, melatih dan memobilisasi tenaga kesehatan. WHO mentransfer ilmu dan melatih jutaan petugas kesehatan melalui platform OpenWHO. Kelima, penemuan vaksin. WHO telah membentuk komunitas ilmuwan terkemuka dari seluruh dunia untuk berkolaborasi dalam menemukan vaksin COVID-19. Selain itu, WHO mengajak kerja sama negara-negara anggota terkait penemuan vaksin dengan meluncurkan “Solidarity Trial” sebagai uji klinis internasional yang melibatkan 90 negara (UN News, 2020). 

Melalui kelima pilar di atas, WHO berupaya meraih kepercayaan masyarakat internasional bekerja sama dengan negara-negara dan dengan mitra untuk menyatukan dunia guna menghadapi ancaman bersama. Meskipun pada awalnya WHO dinilai gagal dalam menangani pandemi, tetapi masyarakat internasional masih menaruh kepercayaan pada WHO. Artikel Hickens et., al (2021) menunjukkan bahwa mayoritas responden lebih percaya pada WHO daripada Trump terkait pandemi. Lebih dari 70% menyatakan percaya atau sangat percaya pada WHO, sedangkan kurang dari 25% tidak terlalu percaya atau sama sekali tidak yakin. Temuan tersebut juga menunjukkan bahwa kepercayaan pada WHO memiliki implikasi penting dalam penyelesaian pandemi saat ini dan menunjukkan bahwa masyarakat internasional masih menaruh harapan akan multilateralisme daripada individualisme.

Berdasarkan pada analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa krisis COVID-19 dapat bertindak sebagai suntikan pendorong untuk meningkatkan kesadaran kolektif akan pentingnya semangat multilateralisme melalui kerja sama global. Inefisiensi organisasi internasional tidak membenarkan begitu saja membubarkan mereka, tetapi justru sebaliknya kita harus menemukan solusi untuk lebih memberdayakan dan menyempurnakan lembaga-lembaga ini. Dalam memerangi COVID-19 dibutuhkan upaya yang kuat dan efisien dari organisasi internasional, terutama WHO. Meskipun pada awalnya WHO dianggap gagal dalam memerangi pandemi, tetapi sebenarnya peranan organisasi tersebut sangat penting dalam merangkul negara-negara karena pada akhirnya negara belum bisa secara total menghilangkan multilateralismenya.

Referensi:

Buku

Ikbar, Y. (2014). Metodologi & Teori Hubungan Internasional. PT Refika Aditama.

Jurnal

Hicken, A., Jones, P., & Menon, A. (2021). The International System After Trump and the Pandemic. Journal of Education, 120(822), 3–8. https://doi.org/https://doi.org/10.1525/curh.2021.120.822.3

Jayaram, D. (2020). Opinion – Can the Coronavirus Crisis Revive Multilateralism ? E-International Relations, 1–3. https://www.e-ir.info/2020/03/26/opinion-can-the-coronavirus-crisis-revive-multilateralism/

Tefera, Z. G., Ismael, H.-H., & Otondi, S. T. (2020). Opinion – Multilateralism as Panacea for COVID-19. E-International Relations, 1–3. https://www.e-ir.info/2020/04/23/opinion-multilateralism-as-panacea-for-covid-19/

Laman Web

Aydin, S. (2020). The fate of multilateralism after the pandemic. https://www.trtworld.com/opinion/the-fate-of-multilateralism-after-the-pandemic-36506

Hicken, A., Jones, P., & Menon, A. (2021). The International System After Trump and the Pandemic. Journal of Education, 120(822), 3–8. https://doi.org/https://doi.org/10.1525/curh.2021.120.822.3

Ikbar, Y. (2014). Metodologi & Teori Hubungan Internasional. PT Refika Aditama.

Jayaram, D. (2020). Opinion – Can the Coronavirus Crisis Revive Multilateralism ? November 2020, 1–3. https://www.e-ir.info/2020/03/26/opinion-can-the-coronavirus-crisis-revive-multilateralism/

Mawardin. (2020). Pandemi Covid-19 dan Dinamika Hubungan Internasional. https://akurat.co/news/id-1101932-read-pandemi-covid19-dan-dinamika-hubungan-internasional

Narlikar, A. (2020). Rebooting Multilateralism? Lessons Still to be Learnt. https://www.globalpolicyjournal.com/blog/29/09/2020/rebooting-multilateralism-lessons-still-be-learnt

Patrick, S. (2020). When the System Fails COVID-19 and the Costs of Global Dysfunction. Foreign Affairs.

Phuangketkeow, S. (2020). Multilateralism in a post-Covid World. Bangkok Post. https://www.bangkokpost.com/opinion/opinion/2021483/multilateralism-in-a-post-covid-world

Tefera, Z. G., Ismael, H.-H., & Otondi, S. T. (2020). Opinion – Multilateralism as Panacea for COVID-19. E-International Relations, 1–3. https://www.e-ir.info/2020/04/23/opinion-multilateralism-as-panacea-for-covid-19/

UN News. (2020). 5 reasons the world needs WHO, to fight the COVID-19 pandemic. United Nations. https://news.un.org/en/story/2020/04/1061412

Venisa Yunita Sari adalah mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @vnsynita

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *