Transfer Teknologi untuk Mendukung Ekosistem Industri Baterai Indonesia

0

Ilustrasi Presiden Joko Widodo dengan mobil listrik. Foto: Sekretaris Kabinet RI

Dilansir dari okezone.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, ekosistem industri kendaraan listrik akan membuat Indonesia menjadi motor bagi pengembangan industri masa depan. Hal ini karena industri baterai lithium akan menjadi industri mobil listrik berskala besar.

Ya, Indonesia sangat membutuhkan ekosistem industri kendaraan listrik sekarang. Untuk mendukung percepatan pembangunan ekosistem dan infrastruktur industri kendaraan listrik, PT Inalum (Persero) telah membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC) bekerja sama dengan PT Antam Tbk (Persero), PT Pertamina (Persero), CATL dari Tiongkok, dan LG Chem dari Korea Selatan. Dan saat ini, proyek investasi raksasa dan strategis di bidang industri sel baterai kendaraan listrik terintegrasi dengan pertambangan, peleburan (smelter), pemurnian (refining) serta industri prekursor dan katoda dengan nilai rencana telah dijalankan.

Selain bekerjasama dengan investor dan perusahaan yang terkait, pemerintah juga tidak sungkan untuk menggelontorkan dana untuk mendukung riset tentang baterai. Infrastruktur penelitian di berbagai universitas dan Lembaga penelitian telah dikembangkan, seperti di ITB, UI, UNS, LIPI, Batan, B4T, dan yang lainnya. Langkah pemerintah sudah sangat tepat untuk tidak menitikberatkan investasi pada sektor industri saja. Kunci percepatan industri baterai kendaraan listrik satu lagi adalah sumber daya manusia (SDM) unggul dalam riset dan industri baterai ini sendiri. 

Menengok Perkembangan Jerman dalam Industri Baterai

Jerman sebagai salah satu kiblat teknologi juga tengah menapaki jalan menuju energi baru dan terbarukan. Pengembangan kendaraan listrik, khususnya teknologi baterai yang pesat di negara tersebut dapat menjadi contoh bagi Indonesia untuk membangun pondasi industri baterai untuk kendaraan listrik dalam jangka panjang. 

Dilansir dari nikel.co.id, Dr. Mariyam Susana Dewi Darma, seorang peneliti di bidang baterai lulusan Karlsruhe Institute of Technology (KIT) menjelaskan, “Mereka juga awalnya dari hanya memproduksi (baterai mobil listrik), tapi kemudian (mereka) mengembangkannya dengan cara mengirim sebanyak-banyaknya mahasiswa untuk belajar ke negara lain. Mereka (kemudian) disuruh balik. Itu cara mereka upgrade.”

Pemerintah dan industri otomotif di Jerman menyadari, transfer skill dan pengetahuan menjadi kunci untuk percepatan industri baterai mereka. Mengingat mereka tidak memiliki cadangan sumber daya alam seperti lithium dan nickel yang melimpah, maka proses inovasi akan sangat terhambat jika tidak didukung dengan SDM dengan kemampuan inovasi yang unggul. 

Pertanyaannya sekarang adalah, SDM yang unggul itu yang bagaimana?

Sumber Daya Manusia yang Unggul

Menurut saya, Indonesia saat ini telah menuju arah yang benar dalam pengembangan industri hulu (penambangan nikel) dan industri manufaktur mobil listrik. Pembangunan berbagai industri seperti Morowali Industrial Park untuk penambangan nikel dan Batang Industrial Park untuk manufaktur mobil listrik menjadi buktinya.

Akan tetapi, kita sekarang masih kekurangan orang yang: (1) ahli dalam membuat katoda baterai (nikel ini digunakan sebagai bahan katoda) dan (2) ahli dalam daur ulang baterai. 

Sampai sekarang, Indonesia belum dapat mengolah nikel sendiri untuk dijadikan bahan katoda baterai. Mineral nikel yang diperoleh dari tambang, harus dimurnikan terlebih dahulu, kemudian dijadikan nickel sulphate dengan kemurnian >99.8% untuk bisa masuk dalam kriteria battery grade. Akibatnya adalah, kita hanya mengekspor mineral “setengah murni” untuk diproses di negeri seberang. Setelah itu kita impor bahan baku battery grade tersebut dengan harga yang berkali lipat lebih tinggi. Selain itu, daur ulang baterai menjadi problematika dalam industri kendaraan listrik. Perencanaan daur ulang yang matang dibutuhkan agar limbah baterai di masa depan tidak menumpuk dan dapat didaur ulang dengan baik.

Saat seperti ini, sudah seharusnya pemerintah dan pihak industri mengupayakan pengembangan SDM unggul agar dapat mandiri memproduksi baterai di dalam negeri. Dr. Mariyam Susana Dewi Darma juga mengatakan, penelitian lithium-ion battery merupakan penelitian yang akan berkembang terus dan membutuhkan banyak orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang dari hulu hingga hilir. Untuk awal, boleh kita mengizinkan investasi perusahaan asing dalam industri baterai ini. Tetapi masalahnya apakah ada transfer teknologi atau tidak? Seharusnya pihak pemerintah dan industri dapat mengupayakan ini juga.

Bergerak Agresif untuk Mendapatkan Transfer Teknologi 

Sejak 1970, ujar Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin, Indonesia telah banyak dijanjikan transfer of technology atau transfer teknologi. Tetapi bercermin dari keadaan sekarang, saya rasa perusahaan dan investor yang ada tidak sepenuhnya mentransfer teknologi mereka. Dr. Mariyam Susana Dewi Darma juga mengatakan, tidak mungkin ada transfer teknologi itu, yang ada kita harus mencari sendiri apa teknologinya.

Sudah saatnya kita bercermin dari Tiongkok, Jerman, dan negara maju lainnya yang adaptif dan mengikuti perkembangan teknologi dunia. Negara-negara tersebut, selain mengizinkan investasi di tanah airnya, mereka juga mengirim sebanyak-banyaknya mahasiswa untuk belajar ke negara lain. 

Sejauh ini, saya melihat pergerakan pemerintah dan industri di Indonesia cukup agresif dalam mengembangkan SDM dalam negeri. Di tahun kedua pandemi ini, Kementerian Keuangan melalui LPDP telah menambahkan kuota beasiswanya. Selain itu, berbagai riset dalam negeri juga didukung oleh pendanaan melalui skema RISPRO LPDP. Ditambah lagi, kualifikasi untuk peneliti di Lembaga penelitian seperti LIPI dan BATAN sekarang telah ditingkatkan menjadi Strata-3 (S-3).

Terakhir, kita generasi muda juga harus berkomitmen dalam skema pengembangan industri baterai dan mobil listrik untuk Indonesia. Dari segi politik, manajerial, keuangan, engineering, lingkungan hidup, dan masih banyak lagi SDM unggul dibutuhkan untuk menjadi pondasi kuat industri baterai dan mobil listrik Indonesia. Kesempatan emas ini jangan sampai terlewat, terutama bagi kita, generasi muda.

Referensi:

Nikel, A. (2020, September 29). Peneliti Teknologi Baterai Lithium, Susana Darma: Tidak Ada Transfer Teknologi – Harus Belajar Ke Negara Lain. Retrieved Juli 2021, from APNI: https://nikel.co.id/peneliti-teknologi-baterai-lithium-susana-darma-tidak-ada-transfer-teknologi-harus-belajar-ke-negara-lain/

Ramalan, S. (2021, Januari 27). Bangun Pabrik Baterai Mobil Listrik, Jokowi: Segera Beroperasi. Retrieved Juli 2021, from okefinance: https://economy.okezone.com/read/2021/01/27/320/2351694/bangun-pabrik-baterai-mobil-listrik-jokowi-segera-beroperasi?page=2

Naufal Hanif Hawari adalah sekretaris dan bendahara Adidaya Initiative. Dapat ditemui di instagram dengan nama pengguna @naufalhnfhawari

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *